16 The Videographer
Ya, informasi soal kargo itu penting bagi Pamungkas. Karena Andre sudah
tahu, dia harus menjahit mulut Andre agar tidak membocorkan apa pun. Bahkan,
membocorkan keberadaan kargo itu saja jangan—tak peduli Andre tahu isinya atau
tidak. Andre tidak seperti Harry yang langsung melupakan segala informasi
penting yang dilontarkan. Andre pasti akan mengingatnya dengan jelas, dan
mungkin membicarakannya dengan seseorang.
Come on, kalau benar
semua orang di sini adalah gay,
seratus persen mereka pasti mulutnya ember.
Jadi, ketika Andre mengajukan nego atas permintaan Pamungkas, tak ada
yang bisa Pamungkas lakukan selain menyetujuinya. Atau at least, menunjukkan bahwa dia berusaha memenuhinya. Andre ingin
Pamungkas membebaskan Maulana. Entah untuk apa.
Apa Andre mencintai Maulana?
Ck. Kalau begini,
Pamungkas bisa cemburu. Maulana itu harusnya milik dia semata. Maulana itu
kekasih gelapnya, yang bercinta bersamanya karena cinta. Bukan karena produk fashion desainer mahal seperti yang
selalu diminta Harry sebelum bersetubuh.
Ibaratnya, bersama Harry seperti bersama anaknya sendiri. Orientasi
Pamungkas adalah memanjakan. Bersama Maulana seperti bersama istrinya sendiri.
Orientasinya merengkuh dan bercumbu dalam kemesraan.
Setelah Andre menghilang ke kabin belakang, Pamungkas pun masuk ke dalam
ruang meeting kecil
sembunyi-sembunyi. Dilihatnya Maulana sedang menunduk sambil menutup wajah.
Ketika kekasihnya itu mendongak, wajahnya tampak berantakan. Seperti habis
kehilangan kedua orangtua.
“Mas?” sapa Maulana lirih.
Pamungkas langsung menutup pintu. Dia mengecup Maulana dengan lembut di
bibir, meski mayat Mora terkapar di seberangnya. “Maafin saya, Dek Maul. Saya
udah coba bela Dek Maul, tapi saya kalah suara.”
Maulana berdecak. “Tapi aku bukan mata-mata, Mas,” tegas Maulana untuk
kesekian kalinya. “Untuk apa aku jadi mata-mata? Apa urusanku jadi mata-mata?
Buat 9 juta dolar? Kalau mau pun, aku udah morotin Mas dari dulu kayak si Harry
morotin Mas—”
“Ssst, ssst, ssst …!” desis
Pamungkas seraya meletakkan telunjuk di depan bibir Maulana. “Iya, iya, saya
ngerti. Saya juga enggak mau Dek Maul diborgol begini. Sakit tahu ngelihatnya.”
“Ya udah lepasin.”
“Enggak bisa semudah itu, Dek Maul. Kecuali kita punya tersangka baru,
mungkin bisa saya lepasin. Tapi sejauh ini pembajaknya enggak ngasih info
apa-apa.” Pamungkas menghela napas. “Yang malah makin nunjukin kamu
pembajaknya. Ketika kamu terborgol, mendadak sepi ancaman.”
Maulana berdecak dan melengos. “Aku enggak nyangka Mas bisa segitunya
sama aku.”
“Saya cari cara supaya kamu bisa dilepaskan,” janji Pamungkas. “Begitu
ada penumpang yang mencurigakan, saya pasti langsung tuduh dia mata-matanya.”
Maulana diam tak merespons. Wajahnya cemberut.
“Jangan manyun gitu, dong. Kan jadi cedih
lihatnya. Kucu kucu kucu, cini … cun
dulu.” Pamungkas merangsek maju, memonyongkan bibirnya ingin mengecup bibir
Maulana.
Awalnya Maulana ragu, tetapi kemudian dia membiarkan bibir gadunnya itu
melumat bibirnya.
Pamungkas dengan segera merengkuh Maulana ke dalam pelukannya, lalu
menjilati bibir Maulana dengan nikmat. Matanya terpejam karena sensasi bercinta
dengan Maulana selalu berbeda. Rasanya lebih lembut, hangat, menuh keintiman,
dan menggelitik sanubarinya.
“Pengin lihat Cuncun,” bisik Pamungkas sambil menyusupkan tangan ke
balik celana Maulana.
“Enggak,” jawab Maulana. “Lepasin dulu.”
“Bentar, lah.”
“Tapi habis itu lepasin?”
“Ya enggak langsung lepas juga, Dek Maul. Tapi saya janji, kalau saya
dikasih tengok Cuncun, terus saya boleh bertamu, saya cari cara supaya orang
lain yang diborgol. Saya cumpah Dek
Maul.”
“Bohong.” Maulana melengos lagi. “Bukannya tadi udah gituan sama Harry?”
“Kok, tahu?”
“Ngapain lagi di master bedroom
lama-lama kalau bukan ngewe, hah?”
Maulana semakin cemberut.
“Dek Maul cembulu, yaaa …?”
Pamungkas menarik dagu Maulana dan mencumbunya lagi.
“Ya iya, lah!” Maulana mendengus. “Lagi genting begini, lagi dibajak,
masih sempat-sempatnya ngewe ama dia.
Jangan-jangan si Harry itu mata-matanya!”
Pamungkas tertawa. “Kalau Harry mata-matanya, salut saya. Tepuk tangan
paling keras.” Pamungkas terkekeh sambil mengecup lagi pipi Maulana
banyak-banyak. “Mana mungkin dia mata-matanya. Ngangetin makanan di microwave aja enggak becus. Semua
makanan dia masak satu menit doang karena malas nunggu. Dek Maul jangan cembulu gitu, dong. Makin kucu-kucu nih kalau cembelut.”
“Ck!”
Meski sebal kepada Pamungkas, lama-lama Maulana membiarkan juga
pertahanan dirinya jebol. Mungkin karena dia tak disentuh Pamungkas cukup lama.
Semalam Pamungkas tidur bersama Harry, bukan bersama dirinya.
Pamungkas melepas kancing celana Maulana dan melorotkannya hingga ke
kaki. Dari baliknya ada celana dalam abu-abu yang menampikan kemaluan ereksi
Maulana. Ukurannya rata-rata, tidak sebesar Harry, tidak sekecil kemaluannya
sendiri. Pamungkas mengecup Cuncun dan mengendusnya penuh nikmat. “Mas kangen cama kamu,” bisik Pamungkas ke penis
Maulana.
“Aku pengin Mas telanjang. Enggak mau tahu!” ujar Maulana tegas.
“Oh, boleeeh …!” Pamungkas berdiri, mengunci pintu, dan mulai
menelanjangi dirinya. Mungkin saking ngebetnya, Pamungkas melucuti seluruh
pakaiannya kurang dari semenit. Yang menempel di tubuhnya sekarang hanya kaus
kaki. Penisnya yang mungil dan melengkung ke atas sudah mengeras dan
berdenyut-denyut girang.
Pamungkas punya gairah seks tinggi. Meski sudah dibikin ejakulasi oleh
Harry, kalau Maulana menggodanya, dia bisa pergi bertempur lagi.
Maulana menarik penis melengkung itu ke dalam mulutnya, lalu mengulum
selama sekitar beberapa menit. Pamungkas hanya bisa mendesah sambil memegang
kepala Maulana. Dia berdiri di depan sofa, satu kakinya naik dan berlutut.
Kepalanya mendongak sambil memejamkan mata. Sesekali tubuh Pamungkas bergidik
ketika lidah Maulana menyentuh titik-titik sensitif pada batang kemaluannya.
Enggak ada yang mengalahkan kuluman
Maulana, batin Pamungkas. Bahkan Harry pun tak bisa melakukannya
dengan benar. Maulana sanggup memasang kondom maupun cock ring dengan cara dimasukkan ke mulut, lalu dia mengulum
kemaluan Pamungkas, tahu-tahu kondom dan cock
ring itu terpasang. Lidah Maulana benar-benar profesional.
Kedua tangan Maulana meremas dua sisi pantat Pamungkas, menarik-nariknya
terbuka seolah-olah ingin memamerkan lubang pantat kekasih gelapnya itu kepada
dunia. Dan, Pamungkas senang juga diperlakukan seperti itu. Selain dihukum oleh
Harry, Pamungkas tak berdaya ketika tangan Maulana menyentuh tubuhnya di bagian
mana pun. Setiap Maulana menarik kedua pipi pantatnya menjauh, memamerkan
lubang pantatnya sendiri, ada gelegak geli dan nikmat yang Pamungkas rasakan.
Mungkin perasaan tak berdaya yang mendebarkan.
“Jangan diisap terus dong Dek Maul,” bisik Pamungkas sambil tersenyum.
“Entar muncrat gimana?”
“Bukannya udah muncrat sama Harry?” sindir Maulana.
“Ish, kamu ini cembulu mulu, cih.”
“Balik!” titah Maulana.
Pamungkas berbalik. Kali ini, Maulana akan menjilati pantat Pamungkas.
Dan, Pamungkas menyukai sensasi itu. Jadi, Pamungkas berdiri menghadap pot
bunga yang berada di samping mayat Mora. Dia melipat kedua tangannya di
belakang kepala, agak membungkuk agar pantatnya bisa digerayangi Maulana.
Sambil senyum masam-masam keenakan, Pamungkas memejamkan mata menikmati belaian
lidah Dek Maul di bawah sana.
Tak peduli di seberangnya ada mayat yang terselimuti kain, yang penting
kemaluannya tetap mengeras, dan lubang-lubangnya dibuat nikmat.
“Aaahhh …!” Desahan-desahan Pamungkas mengikuti irama tertentu. Konstan
dan panjang.
Begitu merasa ingin orgasme (ya, semudah itu Pamungkas orgasme, padahal
yang sedang dibikin geli adalah pantatnya, bukan kemaluannya), Pamungkas pun
berbalik. “Mau Cuncun dong!”
Pamungkas mulai nungging membelakangi mayat Mora. Pantatnya teracung ke
wajah Mora, sementara kepalanya merunduk mengulum kemaluan Maulana.
Bagi Maulana, kuluman itu biasa saja. Namun dia tetap membiarkannya
karena Pamungkas menyukainya. Setelah beberapa menit mengulum, akhirnya
Pamungkas bangkit dan meraih celananya. Dari dalam sana, sudah ada pelicin dan
kondom. “Macuk, ya?” tanyanya.
Maulana tak merespons apa-apa. Dia hanya berbaring di atas sofa,
mengangkat kedua kaki sambil memamerkan lubang pantatnya. Satu tangannya masih
terikat ke meja.
Dengan kilat, Pamungkas memasang kondom. Karena ukuran penisnya kecil,
kondomnya longgar. Namun Pamungkas tak peduli. Dia tetap melumurinya dengan
gel, lalu memasukkannya ke tubuh Maulana. Gara-gara persetubuhannya dengan
Harry tak melibatkan penetrasi seksual, Pamungkas jadi ngebet ingin menyodomi
seseorang.
Penis Pamungkas akhirnya masuk ke dalam pantat Maulana dan melesak
hingga pangkal kemaluannya menyentuh pantat Maulana.
“Udah masuk belum?” tanya Maulana.
“Udah nih, udah masuk semua. Udah mentok!”
“Oh. Kirain belum. Enggak kerasa apa-apa, soalnya.”
Sialan, batin Pamungkas.
Untung sayang ama ini bocah.
Yang mereka lakukan tampak normal selama lima menit ke depan. Seorang top, menggagahi bottom-nya, di atas sofa. Gerakan pantat Pamungkas maju-mundur,
meskipun dia enggak bisa mundur terlalu jauh. Karena, kalau kejauhan,
kemaluannya otomatis keluar dari pantat Maulana. Jadi hanya sedikit-sedikit
saja goyangannya. Pamungkas dengan bernafsu menatap wajah sang kekasih
terus-menerus. Kedua paha mereka beradu dan menciptakan irama.
Plok! Plok! Plok!
Di dalam setiap kabin, selalu ada satu layar untuk menunjukkan lokasi
pesawat. Di dalam ruang meeting
kecil, layar itu tepat berada di atas kepala Maulana, atau sekarang berada di
depan Pamungkas, tetapi posisinya agar mendekati langit-langit. Kalau tidak
mendongak, ya tidak akan kelihatan.
Sudah sejak lima belas menit lalu, sejak Pamungkas pertama kali di-rimming dan membelakangi TV, layarnya
sudah tidak menayangkan peta posisi pesawat. TV itu menayangkan hal yang lain.
Namun, Pamungkas tidak menyadarinya. Bahkan selesai di-rimming dan masuk ke sodomi, Pamungkas masih belum mendongak. Dia
sempat menggenjot Maulana selama beberapa menit, menatap wajah sang kekasih
dengan nafsu, sampai akhirnya Pamungkas mendongak dan melihatnya.
Melihat dirinya sendiri di layar. Sedang menggenjot Maulana. Dari arah
pot bunga samping mayat Mora.
Siaran langsung.
Wajah Pamungkas memucat. Dia berhenti menggenjot, melihat ke belakang,
lalu menyadari … ada kamera kecil terselip di antara dedaunan sedari tadi.
* * *
Obrolan kecil itu tersela oleh sebuah video yang tayang tiba-tiba di
layar kamar. Dari yang awalnya peta perjalanan pesawat, tiba-tiba muncul sosok
pamungkas, telanjang bulat, kemaluannya keras (mungil dan mengacung ke atas),
kedua tangan di belakang kepala (memamerkan rambut-rambut ketiak yang tipis dan
jarang), agak nungging ke belakang karena seseorang sedang me-rimming-nya.
Jordan sampai melompat dari kursinya untuk mendekat ke TV yang terletak
di atas pintu kamar. Randian juga berdiri dan menatap enggak percaya tayangan
itu. Harry, yang akhirnya sibuk merekam aksi melempar M&M’s ke dalam mulut
untuk latepost story Instagram, juga
melompat dari atas tempat tidur, menyingkirkan Jordan yang berada paling depan.
“Daddy?!” serunya histeris. Harry memegang pipinya sendiri. “Daddy sama
siapa?!”
“Kayaknya itu Maulana,” gumam Randian. “Lihat, ada borgol di sini.”
“Atau Laurence,” ujar Jordan. “Masih belum kelihatan wajahnya.”
“Dari lengan kemejanya, itu kemeja Maulana. Seragam pilot Laurence
lengan pendek. Harusnya enggak ada lengan kemeja di sini.” Randian menunjuk
lengan kemeja yang tangan yang terborgol.
Selama beberapa saat, mereka masih menonton adegan Pamungkas di-rimming menghadap ke kamera. Harry masih
memandangnya dengan ngeri, tak percaya daddy-nya
akan menayangkan video seks bersama orang lain. “Kenapa Daddy di-rimming?” gumam Harry. “Daddy, kan top.”
“Banyak, kok top yang suka di-rimming,” ujar Randian, tanpa melepaskan
pandangan ke arah TV.
“Iya, pacarku Kristian, yang sekarang lagi di WC, Kristian namanya,”
kata Jordan, menegaskan setegas-tegasnya dengan harapan Harry mau mendengar,
“seorang top. Tapi dia juga suka di-rimming.”
“Tapi gue enggak pernah nge-rimming
Daddy.” Harry sampai terduduk lagi di atas tempat tidur, menonton tak percaya.
Meski tampak terlalu tua bagi Jordan, jujur saja Jordan sudah setengah
ereksi melihat pemandangan itu. Bagaimana enggak, Pamungkas tuh ganteng. Meski
bukan tipenya Jordan, tapi badannya bagus, berotot, besar, dan maskulin. Jadi
kemaluan Pamungkas yang mikro itu bisa dibayar oleh penampilan oke.
“Kira-kira, ini live atau
rekaman?”
“Mungkin live,” jawab Randian.
“Karena itu Maulana banget. Tuh, lihat. Itu Maulana.”
Tiba-tiba Pamungkas berbalik untuk kemudian nungging dan mengulum
kemaluan Maulana. Yang ada di layar sekarang adalah pantatnya Pamungkas,
mengembang lebar menunjukkan lubang pantat yang mengerut. Di depan pamungkas
ada Maulana yang sedang menutup wajahnya dengan satu tangan, mencoba menikmati
kuluman itu. Enggak kelihatan jelas sih itu wajah Maulana, tetapi semua orang
tahu itu Maulana banget.
“Bukan. Itu bukan live,” ujar
Harry dengan yakin.
“Dari mana kamu tahu itu bukan live?”
tanya Jordan.
“Lihat!” Harry menunjuk dua sudut atas layar. “Kalau live, suka ada tulisan LIVE atau
LANGSUNG di sudut-sudut itu. Nah ini enggak ada.”
Jordan tak dapat menahan diri untuk enggak menepuk jidatnya. Memangnya
ini siaran TV?!
“Live maupun siaran tunda,
untuk apa Pamungkas nunjukin ini?” gumam Randian, sedikit bertanya.
“Pasti mau bikin gue cemburu. Okeee. Okeee!” Harry mengepalkan tangannya
dan menonjok-nonjok tangannya sendiri, seperti siap bertarung. “Emangnya gue
enggak bisa muasin Daddy sampai Daddy nge-fuck
kucing itu, hah?!”
“Kalian lihat yang ada di TV?!” Kristian menghambur masuk setelah
beberapa menit ada di toilet.
“Iya, kami lagi nonton,” jawab Jordan. Kristian pun bergabung untuk
menonton.
“Apa ini kiriman dari pembajak?” gumam Kristian. “Mungkin dia mau
membuat nama Pamungkas buruk.”
“Ini pasti kiriman Maulana,” ujar Harry yakin. “Dia mau bikin gue cemburu
karena dia bisa nge-rimming Daddy.
Supaya gue marah. Pasti!”
“Tapi caranya gimana? Wi-Fi, kan dimatikan.”
“Kita harus ngecek ke sana,” ungkap Randian, mulai membuka pintu. “Saya
yakin ini siaran langsung.”
“Bukan. Ini siaran tunda!” kukuh Harry.
“Mungkin benar ini langsung,” ujar Jordan yakin. “Kalau ini siaran
tunda, berarti Pamungkas lagi enggak ... begituan. Pasti Pamungkas udah
kelabakan di luar. Sebaiknya kita cek ada di mana Pamungkas.”
“Tunggu!” seru Harry tiba-tiba. Kedua tangannya menangkup pipinya lagi.
“Mereka ganti posisi!”
Jordan memutar bola mata sambil membuntuti Randian keluar. Di
belakangnya, Kristian juga membuntuti. Mereka bergegas cepat melewati kabin
penumpang, common room, galley,
conference room, hingga tiba di lobi depan. Sepanjang perjalanan, seluruh
TV menayangkan adegan Pamungkas menggagahi Maulana. Kali ini, Pamungkas sudah
mulai menyodomi Maulana. Yang tampak di layar adalah punggung dan pantatnya
yang bergerak maju-mundur.
Tak ada Pamungkas sepanjang perjalanan menuju lobi. Hal itu meyakinkan
Jordan bahwa kejadian sedang berlangsung. Pintu ruang meeting pun tertutup
rapat.
Ketika Randian bermaksud mengetuk pintu ruang meeting kecil, sebuah
suara berisik datang dari ruang sebelah. Kristian yang menemukannya.
“Kayak suara printer?” gumam
Kristian.
Perhatian Randian pun teralihkan, dia melompat masuk ke ruang kerja yang
berada di sampingnya. Setelah membuka pintu dan menatap ke dalam, Randian
mengerutkan alisnya. Jordan membuntuti di belakang untuk melihat apa yang
terjadi.
Di ruang kerja itu sudah berserakan puluhan lembar kertas yang
menunjukkan foto-foto.
Foto yang dicetak oleh printer
secara otomatis sedari tadi.
Jordan menutup mulutnya dengan ngeri ketika melihat selembar kertas
dengan gambar dirinya bersama Maulana tergeletak di atas kursi. Pada saat
bersamaan, Pamungkas keluar dari ruang meeting
kecil, masih memasukkan kemeja ke dalam celananya, dan kancing paling atas terlewat
satu dikancingkan. Rambutnya berantakan, selangkangannya basah.
“Ada apa ini? Ada apa?!”
* * *
Kristian diborgol.
Diskusi alot itu terjadi selama sepuluh menit hingga akhirnya seluruh
orang sepakat, Kristian adalah mata-mata sebenarnya. Dan Jordan tak bisa
melakukan apa-apa. Karena, semua bukti mengarah kepadanya.
Jordan berusaha keras membela Kristian. Jordan tahu betul Kristian tak
mungkin melakukannya. Meski Jordan tidak pernah tahu apa yang Kristian lakukan
bersama Harry di master bedroom tadi,
tapi untuk urusan bajak-membajak pesawat, enggak mungkin Kristian melakukannya.
Jordan yakin Kristian tak punya kemampuan atau motif sebesar itu untuk
menjatuhkan Yavadvipa Jet.
Belum lagi Pamungkas begitu ngotot menuduh Kristian pelakunya.
“Pertama, Kristian bersikeras Maulana pelakunya. Itu karena dia ingin
menjebak Maulana agar diborgol. Supaya orang-orang teralihkan dari aksinya!
Supaya dia tetap bebas!” sahut Pamungkas berang. Celananya bahkan belum kering
dari gel yang tumpah di area selangkangan.
“Itu karena Maulana memang pelakunya!” balas Kristian sama-sama ngotot.
“Terus, ketika Maulana di dalam ruangan, tiba-tiba video saya tersebar
begitu aja?!”
“Maulana pelakunya!” seru Harry, ikutan ngambek. “Karena Maulana ngerayu
Daddy!”
“Jangan panggil daddy!” bisik
Pamungkas panik. “Kalau Maulana pelakunya, gimana caranya video saya masuk ke
semua layar? Dia kan sedang sibuk sama saya.”
Sudah basah karena tercebur, Pamungkas sekalian berenang saja. Karena
semua orang sudah tahu dirinya bersetubuh dengan Maulana di ruang meeting kecil, Pamungkas tak repot-repot
membela diri atau berkelit. Malah, Pamungkas seperti punya agenda untuk
mengalihkan tuduhan mata-mata Maulana ke orang lain.
“Ya karena Maulana menyimpan kamera di pot bunga, lah!” sahut Kristian,
masih berusaha membela diri.
“Iya dia yang nyimpan juga, kapan dia mencet tombol buat nayangin, hah?!
Kapan? Dan gimana kamu menjelaskan soal kertas yang tiba-tiba nge-print semua kebobrokan kita di sini?!”
Pamungkas mendengus. “Di mana anehnya, ANEHNYA NIH, YA, justru ANDA yang tidak
ada fotonya!”
Apa saja foto yang keluar? Semua foto setiap orang dengan orang yang
lain.
Serentetan foto candid Mike
dengan Maulana di common room sebelum
keberangkatan.
Serentetan foto candid Laurence
dan Andre di lobi hotel, duduk berdampingan dengan sangat intim. Lalu keduanya
berjalan ke lift bersamaan.
Serentetan foto candid Maulana
dan Pamungkas di toilet bandara sebelum keberangkatan. Seperti sebuah cerita
yang dimulai dari Pamungkas masuk ke toilet, lalu Maulana membuntuti
setelahnya.
Serentetan foto candid
Pamungkas dan Harry di master bedroom.
Pamungkas sedang squat jump sambil
memasukkan jempol kaki Harry ke pantatnya.
Serentetan foto candid Andre mengobrol
berdua bersama Laurence di bawah pesawat.
Serentetan foto candid Randian
bersama Mike di ruang istirahat kru.
Serentetan foto telanjang Harry berbagai pose, baik dalam penerbangan
atau sebelum-sebelumnya.
Serentetan foto candid Jordan
mengobrol bersama Maulana, di mana angle-nya
sangat-sangat intim.
Setidaknya, setiap event foto
terdiri dari lima sampai delapan lembar. Foto Harry paling banyak, karena
memang foto telanjangnya bukan candid.
Tak satu pun dari foto-foto itu menunjukkan wajah Kristian.
Dengan berat hati Jordan pun mengatakan, “Kamu sendiri yang bilang kamu
menanam banyak kamera di pesawat.”
“I-iya!” sahut Kristian, agak tergagap. “Tapi bukan foto-foto mesum
macam begini!”
“Pasti elo pengin nyari bukti pacar elo selingkuh ama Maulana, tapi elo
keterusan foto candid semua orang,”
ujar Harry, masih mendengus. “Pelakunya Maulana emang. Dia pelakor!”
“Enggak, lah! Saya malah belum ngecek hasil foto saya!” kelit Kristian.
“Lalu kenapa kamu pergi dari kamar?” tanya Jordan. Suaranya bergetar,
berharap Kristian betulan ke toilet, meski itu malah semakin memojokkan sang
kekasih.
“Aku ke toilet, Sayang! Sumpah.”
“Bukan pergi ke tempat lain buat ngerekam Pak Pamungkas dan nge-print semua foto itu?”
Semua orang di lobi sebenarnya merasa terguncang karena aktivitas pribadi
mereka terekam dan tercetak di printer
ruang kerja. Mike bahkan berdiri di pintu kokpit, antara mengawasi jalannya
penerbangan, juga mengikuti rapat di lobi. Rahang Mike mengeras.
“Saya lihat persis kamu foto orang sembarangan,” dengus Pamungkas.
“Contohnya waktu check in tadi. Sudah
jelas kamu sengaja mengirim ini semua untuk mengancam kita!”
“Kamu juga orang pertama yang ngeh ada suara printer,” tambah Randian.
Dengan suara bergetar, Jordan malah memperparah segalanya. “Waktu aku
nitip laptop, pas kamu mau nyimpan kamera, jangan-jangan kamu ….”
Kata-kata Jordan tak berlanjut, karena tiba-tiba layar berubah lagi.
Dari yang asalnya peta perjalanan pesawat, setelah tayangan seks
Pamungkas-Maulana lenyap beberapa menit lalu, menjadi slideshow screenshot sebuah akun Twitter tanpa follower.
Akun Twitter dengan username
yang belibet itu menunjukkan 100 lebih foto yang dicetak di printer penerbangan. Foto-foto yang
sama. Online. Tidak ada follower, tidak ada yang me-retweet, tidak ada takarir atau
keterangan gambarnya. Namun semua sudah terunggah. Yang berarti tinggal menunggu
waktu hingga seseorang mengetahuinya dan menjadikannya viral.
Harry memelotot. “Buka Wi-Fi-nya! Buka! Gue report satu per satu Twitternya!”
Namun enggak ada yang mendengarkan Harry. Semua orang masih terguncang
melihat foto-foto itu tersebar di internet. Mike sampai berjongkok di depan
pintu kokpit sambil menjambak rambutnya sendiri. Pamungkas menonjok dinding
komposit ruang meeting kecil sambil
berteriak, “BANGSAT!”
Jordan tak merasa fotonya bersama Maulana berbahaya bagi internet. Namun
pesan berikutnya benar-benar membuat semua orang ngeri.
Setelah tayangan Twitter itu lewat, sebuah pesan muncul di layar.
Itu baru permulaan. Setelah foto-foto
itu, delapan foto berikutnya yang akan saya unggah.
Kemudian, muncul delapan foto berikutnya yang lebih personal
dibandingkan semua foto candid yang
sudah dicetak dan diunggah. Semua foto itu diambil dengan kamera berlensa jarak
jauh. Foto-foto ini diambil dengan sengaja dengan tujuan menjatuhkan kedelapan
orang yang dimaksud.
Foto Mike menyembunyikan botol bir ke dalam plastik saat melakukan pre-flight checklist.
Foto Laurence bertransaksi dengan seorang dealer gelap di tempat tersembunyi.
Foto Maulana di-gangbang oleh
enam orang laki-laki dalam sebuah orgy di
kabin pesawat.
Foto Pamungkas mengarahkan loading
kargo barang terlarang ke dalam The
Flying Paradise.
Foto Andre menangis sambil menatap sebuah ceklis maintenance di hadapannya.
Foto Randian memerkosa Andre. Randian mencekik Andre, mencubit puting
Andre dengan paksa, dan menyuruhnya menyodomi Randian meski Andre tampak
menangis.
Foto Harry menggunting baju desainer agar seorang model yang tak
disukainya tak bisa tampil di atas runway.
Foto Jordan di sebuah hotel, berdua bersama Kevin Disiro.
Itu adalah delapan foto yang memerlukan penjelasan lebih lanjut, tetapi
bagi masing-masing individu, semuanya personal dan berbahaya jika sampai
tersebar ke publik.
Kristian lagi-lagi tak muncul dalam deretan foto tersebut.
Lalu, pesan berikutnya di layar muncul.
#2 Reshuffle struktur perusahaan. Isi
dengan orang-orang bertanggung jawab, yang menghargai karya, kejujuran, dan
kepentingan bersama.
Layar berubah redup dan menampilkan pesan terakhir.
Yakin mau mendarat di Shanghai? Mematikan bom dari jauh bisa tercapai.
Yang penting semua permintaan saya sampai. Silakan ulur waktu agar misteri bisa
dirangkai. Daripada di Cina kalian menjadi bangkai.
Kesimpulan merujuk pada keyakinan bahwa Kristianlah mata-matanya.
Keputusan baru yang dicapai: Mereka akan terbang langsung ke Indonesia, tanpa
transit di Shanghai.
To be continued ....
<<< Part 15 | The Flying Paradise | Part 17 >>>
Tidak ada komentar:
Posting Komentar