Senin, 03 Mei 2021

The Flying Paradise 16

16 The Videographer

 


Ya, informasi soal kargo itu penting bagi Pamungkas. Karena Andre sudah tahu, dia harus menjahit mulut Andre agar tidak membocorkan apa pun. Bahkan, membocorkan keberadaan kargo itu saja jangan—tak peduli Andre tahu isinya atau tidak. Andre tidak seperti Harry yang langsung melupakan segala informasi penting yang dilontarkan. Andre pasti akan mengingatnya dengan jelas, dan mungkin membicarakannya dengan seseorang.

Come on, kalau benar semua orang di sini adalah gay, seratus persen mereka pasti mulutnya ember.

Jadi, ketika Andre mengajukan nego atas permintaan Pamungkas, tak ada yang bisa Pamungkas lakukan selain menyetujuinya. Atau at least, menunjukkan bahwa dia berusaha memenuhinya. Andre ingin Pamungkas membebaskan Maulana. Entah untuk apa.

Apa Andre mencintai Maulana?

Ck. Kalau begini, Pamungkas bisa cemburu. Maulana itu harusnya milik dia semata. Maulana itu kekasih gelapnya, yang bercinta bersamanya karena cinta. Bukan karena produk fashion desainer mahal seperti yang selalu diminta Harry sebelum bersetubuh.

Ibaratnya, bersama Harry seperti bersama anaknya sendiri. Orientasi Pamungkas adalah memanjakan. Bersama Maulana seperti bersama istrinya sendiri. Orientasinya merengkuh dan bercumbu dalam kemesraan.

Setelah Andre menghilang ke kabin belakang, Pamungkas pun masuk ke dalam ruang meeting kecil sembunyi-sembunyi. Dilihatnya Maulana sedang menunduk sambil menutup wajah. Ketika kekasihnya itu mendongak, wajahnya tampak berantakan. Seperti habis kehilangan kedua orangtua.

“Mas?” sapa Maulana lirih.

Pamungkas langsung menutup pintu. Dia mengecup Maulana dengan lembut di bibir, meski mayat Mora terkapar di seberangnya. “Maafin saya, Dek Maul. Saya udah coba bela Dek Maul, tapi saya kalah suara.”

Maulana berdecak. “Tapi aku bukan mata-mata, Mas,” tegas Maulana untuk kesekian kalinya. “Untuk apa aku jadi mata-mata? Apa urusanku jadi mata-mata? Buat 9 juta dolar? Kalau mau pun, aku udah morotin Mas dari dulu kayak si Harry morotin Mas—”

“Ssst, ssst, ssst …!” desis Pamungkas seraya meletakkan telunjuk di depan bibir Maulana. “Iya, iya, saya ngerti. Saya juga enggak mau Dek Maul diborgol begini. Sakit tahu ngelihatnya.”

“Ya udah lepasin.”

“Enggak bisa semudah itu, Dek Maul. Kecuali kita punya tersangka baru, mungkin bisa saya lepasin. Tapi sejauh ini pembajaknya enggak ngasih info apa-apa.” Pamungkas menghela napas. “Yang malah makin nunjukin kamu pembajaknya. Ketika kamu terborgol, mendadak sepi ancaman.”

Maulana berdecak dan melengos. “Aku enggak nyangka Mas bisa segitunya sama aku.”

“Saya cari cara supaya kamu bisa dilepaskan,” janji Pamungkas. “Begitu ada penumpang yang mencurigakan, saya pasti langsung tuduh dia mata-matanya.”

Maulana diam tak merespons. Wajahnya cemberut.

“Jangan manyun gitu, dong. Kan jadi cedih lihatnya. Kucu kucu kucu, cini … cun dulu.” Pamungkas merangsek maju, memonyongkan bibirnya ingin mengecup bibir Maulana.

Awalnya Maulana ragu, tetapi kemudian dia membiarkan bibir gadunnya itu melumat bibirnya.

Pamungkas dengan segera merengkuh Maulana ke dalam pelukannya, lalu menjilati bibir Maulana dengan nikmat. Matanya terpejam karena sensasi bercinta dengan Maulana selalu berbeda. Rasanya lebih lembut, hangat, menuh keintiman, dan menggelitik sanubarinya.

“Pengin lihat Cuncun,” bisik Pamungkas sambil menyusupkan tangan ke balik celana Maulana.

“Enggak,” jawab Maulana. “Lepasin dulu.”

“Bentar, lah.”

“Tapi habis itu lepasin?”

“Ya enggak langsung lepas juga, Dek Maul. Tapi saya janji, kalau saya dikasih tengok Cuncun, terus saya boleh bertamu, saya cari cara supaya orang lain yang diborgol. Saya cumpah Dek Maul.”

“Bohong.” Maulana melengos lagi. “Bukannya tadi udah gituan sama Harry?”

“Kok, tahu?”

“Ngapain lagi di master bedroom lama-lama kalau bukan ngewe, hah?” Maulana semakin cemberut.

“Dek Maul cembulu, yaaa …?” Pamungkas menarik dagu Maulana dan mencumbunya lagi.

“Ya iya, lah!” Maulana mendengus. “Lagi genting begini, lagi dibajak, masih sempat-sempatnya ngewe ama dia. Jangan-jangan si Harry itu mata-matanya!”

Pamungkas tertawa. “Kalau Harry mata-matanya, salut saya. Tepuk tangan paling keras.” Pamungkas terkekeh sambil mengecup lagi pipi Maulana banyak-banyak. “Mana mungkin dia mata-matanya. Ngangetin makanan di microwave aja enggak becus. Semua makanan dia masak satu menit doang karena malas nunggu. Dek Maul jangan cembulu gitu, dong. Makin kucu-kucu nih kalau cembelut.”

“Ck!”

Meski sebal kepada Pamungkas, lama-lama Maulana membiarkan juga pertahanan dirinya jebol. Mungkin karena dia tak disentuh Pamungkas cukup lama. Semalam Pamungkas tidur bersama Harry, bukan bersama dirinya.




Pamungkas melepas kancing celana Maulana dan melorotkannya hingga ke kaki. Dari baliknya ada celana dalam abu-abu yang menampikan kemaluan ereksi Maulana. Ukurannya rata-rata, tidak sebesar Harry, tidak sekecil kemaluannya sendiri. Pamungkas mengecup Cuncun dan mengendusnya penuh nikmat. “Mas kangen cama kamu,” bisik Pamungkas ke penis Maulana.

“Aku pengin Mas telanjang. Enggak mau tahu!” ujar Maulana tegas.

“Oh, boleeeh …!” Pamungkas berdiri, mengunci pintu, dan mulai menelanjangi dirinya. Mungkin saking ngebetnya, Pamungkas melucuti seluruh pakaiannya kurang dari semenit. Yang menempel di tubuhnya sekarang hanya kaus kaki. Penisnya yang mungil dan melengkung ke atas sudah mengeras dan berdenyut-denyut girang.

Pamungkas punya gairah seks tinggi. Meski sudah dibikin ejakulasi oleh Harry, kalau Maulana menggodanya, dia bisa pergi bertempur lagi.

Maulana menarik penis melengkung itu ke dalam mulutnya, lalu mengulum selama sekitar beberapa menit. Pamungkas hanya bisa mendesah sambil memegang kepala Maulana. Dia berdiri di depan sofa, satu kakinya naik dan berlutut. Kepalanya mendongak sambil memejamkan mata. Sesekali tubuh Pamungkas bergidik ketika lidah Maulana menyentuh titik-titik sensitif pada batang kemaluannya.

Enggak ada yang mengalahkan kuluman Maulana, batin Pamungkas. Bahkan Harry pun tak bisa melakukannya dengan benar. Maulana sanggup memasang kondom maupun cock ring dengan cara dimasukkan ke mulut, lalu dia mengulum kemaluan Pamungkas, tahu-tahu kondom dan cock ring itu terpasang. Lidah Maulana benar-benar profesional.

Kedua tangan Maulana meremas dua sisi pantat Pamungkas, menarik-nariknya terbuka seolah-olah ingin memamerkan lubang pantat kekasih gelapnya itu kepada dunia. Dan, Pamungkas senang juga diperlakukan seperti itu. Selain dihukum oleh Harry, Pamungkas tak berdaya ketika tangan Maulana menyentuh tubuhnya di bagian mana pun. Setiap Maulana menarik kedua pipi pantatnya menjauh, memamerkan lubang pantatnya sendiri, ada gelegak geli dan nikmat yang Pamungkas rasakan. Mungkin perasaan tak berdaya yang mendebarkan.

“Jangan diisap terus dong Dek Maul,” bisik Pamungkas sambil tersenyum. “Entar muncrat gimana?”

“Bukannya udah muncrat sama Harry?” sindir Maulana.

“Ish, kamu ini cembulu mulu, cih.”

“Balik!” titah Maulana.

Pamungkas berbalik. Kali ini, Maulana akan menjilati pantat Pamungkas. Dan, Pamungkas menyukai sensasi itu. Jadi, Pamungkas berdiri menghadap pot bunga yang berada di samping mayat Mora. Dia melipat kedua tangannya di belakang kepala, agak membungkuk agar pantatnya bisa digerayangi Maulana. Sambil senyum masam-masam keenakan, Pamungkas memejamkan mata menikmati belaian lidah Dek Maul di bawah sana.

Tak peduli di seberangnya ada mayat yang terselimuti kain, yang penting kemaluannya tetap mengeras, dan lubang-lubangnya dibuat nikmat.

“Aaahhh …!” Desahan-desahan Pamungkas mengikuti irama tertentu. Konstan dan panjang.

Begitu merasa ingin orgasme (ya, semudah itu Pamungkas orgasme, padahal yang sedang dibikin geli adalah pantatnya, bukan kemaluannya), Pamungkas pun berbalik. “Mau Cuncun dong!”

Pamungkas mulai nungging membelakangi mayat Mora. Pantatnya teracung ke wajah Mora, sementara kepalanya merunduk mengulum kemaluan Maulana.

Bagi Maulana, kuluman itu biasa saja. Namun dia tetap membiarkannya karena Pamungkas menyukainya. Setelah beberapa menit mengulum, akhirnya Pamungkas bangkit dan meraih celananya. Dari dalam sana, sudah ada pelicin dan kondom. “Macuk, ya?” tanyanya.

Maulana tak merespons apa-apa. Dia hanya berbaring di atas sofa, mengangkat kedua kaki sambil memamerkan lubang pantatnya. Satu tangannya masih terikat ke meja.

Dengan kilat, Pamungkas memasang kondom. Karena ukuran penisnya kecil, kondomnya longgar. Namun Pamungkas tak peduli. Dia tetap melumurinya dengan gel, lalu memasukkannya ke tubuh Maulana. Gara-gara persetubuhannya dengan Harry tak melibatkan penetrasi seksual, Pamungkas jadi ngebet ingin menyodomi seseorang.

Penis Pamungkas akhirnya masuk ke dalam pantat Maulana dan melesak hingga pangkal kemaluannya menyentuh pantat Maulana.

“Udah masuk belum?” tanya Maulana.

“Udah nih, udah masuk semua. Udah mentok!”

“Oh. Kirain belum. Enggak kerasa apa-apa, soalnya.”

Sialan, batin Pamungkas. Untung sayang ama ini bocah.

Yang mereka lakukan tampak normal selama lima menit ke depan. Seorang top, menggagahi bottom-nya, di atas sofa. Gerakan pantat Pamungkas maju-mundur, meskipun dia enggak bisa mundur terlalu jauh. Karena, kalau kejauhan, kemaluannya otomatis keluar dari pantat Maulana. Jadi hanya sedikit-sedikit saja goyangannya. Pamungkas dengan bernafsu menatap wajah sang kekasih terus-menerus. Kedua paha mereka beradu dan menciptakan irama.

Plok! Plok! Plok!

Di dalam setiap kabin, selalu ada satu layar untuk menunjukkan lokasi pesawat. Di dalam ruang meeting kecil, layar itu tepat berada di atas kepala Maulana, atau sekarang berada di depan Pamungkas, tetapi posisinya agar mendekati langit-langit. Kalau tidak mendongak, ya tidak akan kelihatan.

Sudah sejak lima belas menit lalu, sejak Pamungkas pertama kali di-rimming dan membelakangi TV, layarnya sudah tidak menayangkan peta posisi pesawat. TV itu menayangkan hal yang lain. Namun, Pamungkas tidak menyadarinya. Bahkan selesai di-rimming dan masuk ke sodomi, Pamungkas masih belum mendongak. Dia sempat menggenjot Maulana selama beberapa menit, menatap wajah sang kekasih dengan nafsu, sampai akhirnya Pamungkas mendongak dan melihatnya.

Melihat dirinya sendiri di layar. Sedang menggenjot Maulana. Dari arah pot bunga samping mayat Mora.

Siaran langsung.

Wajah Pamungkas memucat. Dia berhenti menggenjot, melihat ke belakang, lalu menyadari … ada kamera kecil terselip di antara dedaunan sedari tadi.

*  *  *

Obrolan kecil itu tersela oleh sebuah video yang tayang tiba-tiba di layar kamar. Dari yang awalnya peta perjalanan pesawat, tiba-tiba muncul sosok pamungkas, telanjang bulat, kemaluannya keras (mungil dan mengacung ke atas), kedua tangan di belakang kepala (memamerkan rambut-rambut ketiak yang tipis dan jarang), agak nungging ke belakang karena seseorang sedang me-rimming-nya.

Jordan sampai melompat dari kursinya untuk mendekat ke TV yang terletak di atas pintu kamar. Randian juga berdiri dan menatap enggak percaya tayangan itu. Harry, yang akhirnya sibuk merekam aksi melempar M&M’s ke dalam mulut untuk latepost story Instagram, juga melompat dari atas tempat tidur, menyingkirkan Jordan yang berada paling depan.

“Daddy?!” serunya histeris. Harry memegang pipinya sendiri. “Daddy sama siapa?!”

“Kayaknya itu Maulana,” gumam Randian. “Lihat, ada borgol di sini.”

“Atau Laurence,” ujar Jordan. “Masih belum kelihatan wajahnya.”

“Dari lengan kemejanya, itu kemeja Maulana. Seragam pilot Laurence lengan pendek. Harusnya enggak ada lengan kemeja di sini.” Randian menunjuk lengan kemeja yang tangan yang terborgol.

Selama beberapa saat, mereka masih menonton adegan Pamungkas di-rimming menghadap ke kamera. Harry masih memandangnya dengan ngeri, tak percaya daddy-nya akan menayangkan video seks bersama orang lain. “Kenapa Daddy di-rimming?” gumam Harry. “Daddy, kan top.”

“Banyak, kok top yang suka di-rimming,” ujar Randian, tanpa melepaskan pandangan ke arah TV.

“Iya, pacarku Kristian, yang sekarang lagi di WC, Kristian namanya,” kata Jordan, menegaskan setegas-tegasnya dengan harapan Harry mau mendengar, “seorang top. Tapi dia juga suka di-rimming.”

“Tapi gue enggak pernah nge-rimming Daddy.” Harry sampai terduduk lagi di atas tempat tidur, menonton tak percaya.

Meski tampak terlalu tua bagi Jordan, jujur saja Jordan sudah setengah ereksi melihat pemandangan itu. Bagaimana enggak, Pamungkas tuh ganteng. Meski bukan tipenya Jordan, tapi badannya bagus, berotot, besar, dan maskulin. Jadi kemaluan Pamungkas yang mikro itu bisa dibayar oleh penampilan oke.

“Kira-kira, ini live atau rekaman?”

“Mungkin live,” jawab Randian. “Karena itu Maulana banget. Tuh, lihat. Itu Maulana.”

Tiba-tiba Pamungkas berbalik untuk kemudian nungging dan mengulum kemaluan Maulana. Yang ada di layar sekarang adalah pantatnya Pamungkas, mengembang lebar menunjukkan lubang pantat yang mengerut. Di depan pamungkas ada Maulana yang sedang menutup wajahnya dengan satu tangan, mencoba menikmati kuluman itu. Enggak kelihatan jelas sih itu wajah Maulana, tetapi semua orang tahu itu Maulana banget.

“Bukan. Itu bukan live,” ujar Harry dengan yakin.

“Dari mana kamu tahu itu bukan live?” tanya Jordan.

“Lihat!” Harry menunjuk dua sudut atas layar. “Kalau live, suka ada tulisan LIVE atau LANGSUNG di sudut-sudut itu. Nah ini enggak ada.”

Jordan tak dapat menahan diri untuk enggak menepuk jidatnya. Memangnya ini siaran TV?!

Live maupun siaran tunda, untuk apa Pamungkas nunjukin ini?” gumam Randian, sedikit bertanya.

“Pasti mau bikin gue cemburu. Okeee. Okeee!” Harry mengepalkan tangannya dan menonjok-nonjok tangannya sendiri, seperti siap bertarung. “Emangnya gue enggak bisa muasin Daddy sampai Daddy nge-fuck kucing itu, hah?!”

“Kalian lihat yang ada di TV?!” Kristian menghambur masuk setelah beberapa menit ada di toilet.

“Iya, kami lagi nonton,” jawab Jordan. Kristian pun bergabung untuk menonton.

“Apa ini kiriman dari pembajak?” gumam Kristian. “Mungkin dia mau membuat nama Pamungkas buruk.”

“Ini pasti kiriman Maulana,” ujar Harry yakin. “Dia mau bikin gue cemburu karena dia bisa nge-rimming Daddy. Supaya gue marah. Pasti!”

“Tapi caranya gimana? Wi-Fi, kan dimatikan.”

“Kita harus ngecek ke sana,” ungkap Randian, mulai membuka pintu. “Saya yakin ini siaran langsung.”

“Bukan. Ini siaran tunda!” kukuh Harry.

“Mungkin benar ini langsung,” ujar Jordan yakin. “Kalau ini siaran tunda, berarti Pamungkas lagi enggak ... begituan. Pasti Pamungkas udah kelabakan di luar. Sebaiknya kita cek ada di mana Pamungkas.”

“Tunggu!” seru Harry tiba-tiba. Kedua tangannya menangkup pipinya lagi. “Mereka ganti posisi!”

Jordan memutar bola mata sambil membuntuti Randian keluar. Di belakangnya, Kristian juga membuntuti. Mereka bergegas cepat melewati kabin penumpang, common room, galley, conference room, hingga tiba di lobi depan. Sepanjang perjalanan, seluruh TV menayangkan adegan Pamungkas menggagahi Maulana. Kali ini, Pamungkas sudah mulai menyodomi Maulana. Yang tampak di layar adalah punggung dan pantatnya yang bergerak maju-mundur.

Tak ada Pamungkas sepanjang perjalanan menuju lobi. Hal itu meyakinkan Jordan bahwa kejadian sedang berlangsung. Pintu ruang meeting pun tertutup rapat.

Ketika Randian bermaksud mengetuk pintu ruang meeting kecil, sebuah suara berisik datang dari ruang sebelah. Kristian yang menemukannya.

“Kayak suara printer?” gumam Kristian.

Perhatian Randian pun teralihkan, dia melompat masuk ke ruang kerja yang berada di sampingnya. Setelah membuka pintu dan menatap ke dalam, Randian mengerutkan alisnya. Jordan membuntuti di belakang untuk melihat apa yang terjadi.




Di ruang kerja itu sudah berserakan puluhan lembar kertas yang menunjukkan foto-foto.

Foto yang dicetak oleh printer secara otomatis sedari tadi.

Jordan menutup mulutnya dengan ngeri ketika melihat selembar kertas dengan gambar dirinya bersama Maulana tergeletak di atas kursi. Pada saat bersamaan, Pamungkas keluar dari ruang meeting kecil, masih memasukkan kemeja ke dalam celananya, dan kancing paling atas terlewat satu dikancingkan. Rambutnya berantakan, selangkangannya basah.

“Ada apa ini? Ada apa?!”

*  *  *

Kristian diborgol.




Diskusi alot itu terjadi selama sepuluh menit hingga akhirnya seluruh orang sepakat, Kristian adalah mata-mata sebenarnya. Dan Jordan tak bisa melakukan apa-apa. Karena, semua bukti mengarah kepadanya.

Jordan berusaha keras membela Kristian. Jordan tahu betul Kristian tak mungkin melakukannya. Meski Jordan tidak pernah tahu apa yang Kristian lakukan bersama Harry di master bedroom tadi, tapi untuk urusan bajak-membajak pesawat, enggak mungkin Kristian melakukannya. Jordan yakin Kristian tak punya kemampuan atau motif sebesar itu untuk menjatuhkan Yavadvipa Jet.

Belum lagi Pamungkas begitu ngotot menuduh Kristian pelakunya.

“Pertama, Kristian bersikeras Maulana pelakunya. Itu karena dia ingin menjebak Maulana agar diborgol. Supaya orang-orang teralihkan dari aksinya! Supaya dia tetap bebas!” sahut Pamungkas berang. Celananya bahkan belum kering dari gel yang tumpah di area selangkangan.

“Itu karena Maulana memang pelakunya!” balas Kristian sama-sama ngotot.

“Terus, ketika Maulana di dalam ruangan, tiba-tiba video saya tersebar begitu aja?!”

“Maulana pelakunya!” seru Harry, ikutan ngambek. “Karena Maulana ngerayu Daddy!”

“Jangan panggil daddy!” bisik Pamungkas panik. “Kalau Maulana pelakunya, gimana caranya video saya masuk ke semua layar? Dia kan sedang sibuk sama saya.”

Sudah basah karena tercebur, Pamungkas sekalian berenang saja. Karena semua orang sudah tahu dirinya bersetubuh dengan Maulana di ruang meeting kecil, Pamungkas tak repot-repot membela diri atau berkelit. Malah, Pamungkas seperti punya agenda untuk mengalihkan tuduhan mata-mata Maulana ke orang lain.

“Ya karena Maulana menyimpan kamera di pot bunga, lah!” sahut Kristian, masih berusaha membela diri.

“Iya dia yang nyimpan juga, kapan dia mencet tombol buat nayangin, hah?! Kapan? Dan gimana kamu menjelaskan soal kertas yang tiba-tiba nge-print semua kebobrokan kita di sini?!” Pamungkas mendengus. “Di mana anehnya, ANEHNYA NIH, YA, justru ANDA yang tidak ada fotonya!”

Apa saja foto yang keluar? Semua foto setiap orang dengan orang yang lain.

Serentetan foto candid Mike dengan Maulana di common room sebelum keberangkatan.

Serentetan foto candid Laurence dan Andre di lobi hotel, duduk berdampingan dengan sangat intim. Lalu keduanya berjalan ke lift bersamaan.

Serentetan foto candid Maulana dan Pamungkas di toilet bandara sebelum keberangkatan. Seperti sebuah cerita yang dimulai dari Pamungkas masuk ke toilet, lalu Maulana membuntuti setelahnya.

Serentetan foto candid Pamungkas dan Harry di master bedroom. Pamungkas sedang squat jump sambil memasukkan jempol kaki Harry ke pantatnya.

Serentetan foto candid Andre mengobrol berdua bersama Laurence di bawah pesawat.

Serentetan foto candid Randian bersama Mike di ruang istirahat kru.

Serentetan foto telanjang Harry berbagai pose, baik dalam penerbangan atau sebelum-sebelumnya.

Serentetan foto candid Jordan mengobrol bersama Maulana, di mana angle-nya sangat-sangat intim.

Setidaknya, setiap event foto terdiri dari lima sampai delapan lembar. Foto Harry paling banyak, karena memang foto telanjangnya bukan candid. Tak satu pun dari foto-foto itu menunjukkan wajah Kristian.

Dengan berat hati Jordan pun mengatakan, “Kamu sendiri yang bilang kamu menanam banyak kamera di pesawat.”

“I-iya!” sahut Kristian, agak tergagap. “Tapi bukan foto-foto mesum macam begini!”

“Pasti elo pengin nyari bukti pacar elo selingkuh ama Maulana, tapi elo keterusan foto candid semua orang,” ujar Harry, masih mendengus. “Pelakunya Maulana emang. Dia pelakor!”

“Enggak, lah! Saya malah belum ngecek hasil foto saya!” kelit Kristian.

“Lalu kenapa kamu pergi dari kamar?” tanya Jordan. Suaranya bergetar, berharap Kristian betulan ke toilet, meski itu malah semakin memojokkan sang kekasih.

“Aku ke toilet, Sayang! Sumpah.”

“Bukan pergi ke tempat lain buat ngerekam Pak Pamungkas dan nge-print semua foto itu?”

Semua orang di lobi sebenarnya merasa terguncang karena aktivitas pribadi mereka terekam dan tercetak di printer ruang kerja. Mike bahkan berdiri di pintu kokpit, antara mengawasi jalannya penerbangan, juga mengikuti rapat di lobi. Rahang Mike mengeras.

“Saya lihat persis kamu foto orang sembarangan,” dengus Pamungkas. “Contohnya waktu check in tadi. Sudah jelas kamu sengaja mengirim ini semua untuk mengancam kita!”

“Kamu juga orang pertama yang ngeh ada suara printer,” tambah Randian.

Dengan suara bergetar, Jordan malah memperparah segalanya. “Waktu aku nitip laptop, pas kamu mau nyimpan kamera, jangan-jangan kamu ….”

Kata-kata Jordan tak berlanjut, karena tiba-tiba layar berubah lagi. Dari yang asalnya peta perjalanan pesawat, setelah tayangan seks Pamungkas-Maulana lenyap beberapa menit lalu, menjadi slideshow screenshot sebuah akun Twitter tanpa follower.

Akun Twitter dengan username yang belibet itu menunjukkan 100 lebih foto yang dicetak di printer penerbangan. Foto-foto yang sama. Online. Tidak ada follower, tidak ada yang me-retweet, tidak ada takarir atau keterangan gambarnya. Namun semua sudah terunggah. Yang berarti tinggal menunggu waktu hingga seseorang mengetahuinya dan menjadikannya viral.

Harry memelotot. “Buka Wi-Fi-nya! Buka! Gue report satu per satu Twitternya!”

Namun enggak ada yang mendengarkan Harry. Semua orang masih terguncang melihat foto-foto itu tersebar di internet. Mike sampai berjongkok di depan pintu kokpit sambil menjambak rambutnya sendiri. Pamungkas menonjok dinding komposit ruang meeting kecil sambil berteriak, “BANGSAT!”

Jordan tak merasa fotonya bersama Maulana berbahaya bagi internet. Namun pesan berikutnya benar-benar membuat semua orang ngeri.

Setelah tayangan Twitter itu lewat, sebuah pesan muncul di layar.


Itu baru permulaan. Setelah foto-foto itu, delapan foto berikutnya yang akan saya unggah.


Kemudian, muncul delapan foto berikutnya yang lebih personal dibandingkan semua foto candid yang sudah dicetak dan diunggah. Semua foto itu diambil dengan kamera berlensa jarak jauh. Foto-foto ini diambil dengan sengaja dengan tujuan menjatuhkan kedelapan orang yang dimaksud.

Foto Mike menyembunyikan botol bir ke dalam plastik saat melakukan pre-flight checklist.

Foto Laurence bertransaksi dengan seorang dealer gelap di tempat tersembunyi.

Foto Maulana di-gangbang oleh enam orang laki-laki dalam sebuah orgy di kabin pesawat.

Foto Pamungkas mengarahkan loading kargo barang terlarang ke dalam The Flying Paradise.

Foto Andre menangis sambil menatap sebuah ceklis maintenance di hadapannya.

Foto Randian memerkosa Andre. Randian mencekik Andre, mencubit puting Andre dengan paksa, dan menyuruhnya menyodomi Randian meski Andre tampak menangis.

Foto Harry menggunting baju desainer agar seorang model yang tak disukainya tak bisa tampil di atas runway.

Foto Jordan di sebuah hotel, berdua bersama Kevin Disiro.

Itu adalah delapan foto yang memerlukan penjelasan lebih lanjut, tetapi bagi masing-masing individu, semuanya personal dan berbahaya jika sampai tersebar ke publik.

Kristian lagi-lagi tak muncul dalam deretan foto tersebut.

Lalu, pesan berikutnya di layar muncul.


#2 Reshuffle struktur perusahaan. Isi dengan orang-orang bertanggung jawab, yang menghargai karya, kejujuran, dan kepentingan bersama.


Layar berubah redup dan menampilkan pesan terakhir. 


Yakin mau mendarat di Shanghai? Mematikan bom dari jauh bisa tercapai. Yang penting semua permintaan saya sampai. Silakan ulur waktu agar misteri bisa dirangkai. Daripada di Cina kalian menjadi bangkai.


Kesimpulan merujuk pada keyakinan bahwa Kristianlah mata-matanya. Keputusan baru yang dicapai: Mereka akan terbang langsung ke Indonesia, tanpa transit di Shanghai.



To be continued ....


<<< Part 15  |  The Flying Paradise  |  Part 17 >>>


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nude 33

  ssendrawkwA emitefiL .33     Pada suatu pagi lima tahun lalu, Miza bangun lebih pagi dari biasanya meski semalaman tak bisa tidur. D...