Minggu, 02 Mei 2021

Nude 28

 ysatnaF raguS .82

 

 Minggu pagi, Tommy terbangun dari tidurnya dan memasuki fantasi yang selama ini dia bangun dalam kepala. Ketika Tommy membuka mata, langit-langit tinggi dan cat dinding kamar yang berbeda langsung mengingatkannya bahwa dia tidak sedang berada di rumah. Kasurnya pun terlalu nyaman. Disertai seprai lembut dan bedcover mahal yang Tommy tahu harganya jutaan. Warna seprai dan bedcover itu abu-abu polos—jenis abu-abu yang enggak ditemukan di kotak krayon. Sudah jelas ini bukan tempat tidur Tommy. Karena semua seprai dan selimut yang dia punya pasti dibelikan oleh Teh Yanti dengan motif segenjreng mungkin.

Cahaya matahari memasuki kamar melalui jendela-jendela yang tak tertutup tirai. Tommy menoleh dan menemukan sesosok malaikat sedang tertidur damai di sebelahnya. Tampak ganteng meski rambutnya berantakan. Tampak tak berdaya meski otot-ototnya mengembang.

Malaikat itu Arthur. Tidur setengah telanjang diselimut bedcover yang sudah ditendang turun sebagian. Tidur tepat di sebelah Tommy, hanya berjarak tiga jengkal saja.

Inilah fantasi yang Tommy maksud. Terbangun pagi hari sambil melihat wajah Arthur di sebelahnya.

Mari kita kilas balik pada apa yang terjadi tepat dua belas jam lalu. Secara singkat saja, karena bukan bagian itu yang Tommy ingin kenang selama-lamanya.

Tommy orgasme di depan pintu rumah Arthur, tampak mampus oleh serangan brutal sperma yang berlompatan keluar dari kemaluannya. Arthur menolongnya mencapai kamar mandi agar Tommy bisa membersihkan diri. Tommy dipinjamkan kaus dan celana pendek Arthur, tanpa Tommy perlu ceritakan apa yang sebenarnya terjadi. Kemudian Arthur memasakkannya kwetiaw sapi dan capcay, Tommy membalasnya dengan memijat punggung Arthur sambil mereka menonton TV, Arthur mengajak Tommy menonton serial Netflix Sex Education, hingga pukul 12 malam mereka berhasil menghabiskan musim pertama serial tersebut.

Obrolan Tommy dan Arthur berlanjut di kamar Arthur, karena cowok itu ingin menunjukkan beberapa novel luar yang pernah dibacanya—setelah Tommy ceritakan bahwa dia suka membaca novel melalui Wattpad. Mereka sempat main tebak-tebakan, truth or dare, mencamil jagung bakar di atas sofa, bahkan membahas progres tugas antropologi yang akan dipresentasikan hari Senin.

Kemudian, Tommy ketiduran. Tommy tak tahu apa yang terjadi berikutnya setelah bahasan antropologi itu, tahu-tahu dia bangun dengan sosok Arthur bertelanjang dada di sampingnya. Padahal Tommy ingat betul, semalaman Arthur mengenakan kaus abu-abu ngepas badan bertuliskan sebuah kampus di Amerika Serikat.

Tommy bertanya-tanya, mengapa dia harus telanjang dada? Segerah itukah kamar ini? Atau itu kebiasaannya Arthur saja?

Hati-hati Tommy mengangkat bedcover untuk mengecek apakah Arthur telanjang bulat atau mengenakan celana pendek ...

... oh, pakai celana pendek.

Bukan. Itu celana dalam. Celana dalam yang bentuknya boxer, mengepas di panggul, mencetak kelamin besar-besar di bagian depan.

Karena tidak mau horny lagi seperti kemarin sore, buru-buru Tommy menyelimuti bedcover itu ke bawah perut Arthur dengan rapi. Dia tak mau merusak momen sempurna ini dengan hasrat seksual. Enggak, batin Tommy. Ini harus menjadi momen yang romantis.

Tommy kembali merebahkan kepalanya di bantal. Wangi Arthur yang khas menguar dari bantal ini sehingga Tommy menghidunya banyak-banyak. Dia lalu menoleh ke arah Arthur yang masih terlelap, mengamati kesempurnaan wajah dan tubuh itu secara detail. Lekukan-lekukan ototnya, maupun rambut-rambut halus yang ada di tubuhnya. Tommy bahkan mendekatkan kepalanya untuk mengamati puting susu Arthur secara mikroskopik, dan dalam jarak sedekat ini, puting tersebut terlihat sangat indah.

Inilah saat-saat Tommy merasa bersyukur dia gay. Karena berada dalam situasi semacam ini akan lebih mudah ketika dua orang laki-laki melakukannya sebagai teman, dibandingkan dua lawan jenis yang tak punya hubungan. Misalnya, bersama Keysha. Anggap saja Tommy straight dan berteman baik dengan Keysha. Suatu hari dia menginap bareng dengan Keysha, Tommy yakin dia tak akan terbangun pagi harinya dan menemukan Keysha telanjang dada di sebelahnya—kecuali mereka ngapa-ngapain semalamnya.

Ketika Tommy sedang asyik mengamati dan mengagumi Arthur, tiba-tiba cowok ganteng itu bergerak dan berbalik menghadap Tommy. Lengan Arthur terangkat dan jatuh melintang tubuh Tommy. Sekarang posisinya, Arthur memeluk Tommy. Dan Tommy jadi baper bukan main.

Tak ada yang Tommy lakukan selain berdoa posisi ini bertahan untuk waktu yang sangat lama. Kalau bisa Tommy meninggal dalam kondisi seperti ini. Tak apa.

Sayangnya, karena posisi itu terlalu nyaman dan membahagiakan jiwa, Tommy tertidur lagi. Dia terbangun sekitar satu jam kemudian, sendirian di dalam kamar. Ada suara berisik dari lantai bawah, sehingga Tommy langsung bergegas turun untuk mencari Arthur. Atlet senam itu sedang asyik memanggang roti bakar sambil membiarkan berita pagi tayang tanpa ditonton. Arthur masih bertelanjang dada, tetapi kakinya dibalut sweatpants longgar warna kelabu muda.

“Hey, sleepyhead!” sapa Arthur saat melihat Tommy menuruni tangga dengan hati-hati. Arthur cengar-cengir ramah sambil menjilat selai stroberi yang jatuh ke jemarinya. “Suka stroberi, atau bluberi?”

Sukanya kamu, jawab Tommy dalam hati. Dia menghampiri meja makan dan duduk dengan manis di sana. “Whatever aja, Thur.”

“Srikaya berarti, ya!” balas Arthur sambil tergelak.

Dikasih sperma juga jadi, jawab Tommy sekali lagi dalam hati.

Pagi itu lagi-lagi sempurna, seperti fantasinya. Namun Tommy mendadak teringat pada obrolan di warung tenda daerah Dipati Ukur yang berakhir tidak nyaman di antara keduanya. Memang pada akhirnya Arthur yang mengalah dengan tidak memperpanjang masalah, padahal ada dua pendapat berbeda di antara mereka.

“Arthur, kayaknya aku mau minta maaf sama kamu,” ungkap Tommy tulus, tepat ketika Arthur menghampiri meja untuk menyajikan roti panggang.

For what?

For our discussion,” jawab Tommy agak berhati-hati. “Yang di DU itu.”

Which one?

Tommy menghela napas dan mencari cara untuk menyampaikannya dengan baik. “Soal banci yang ngamen itu.”

“Oh.” Arthur manggut-manggut sambil mengunyah roti bakarnya. Setelah dia menelannya, Arthur melanjutkan, “Aku menghargai perbedaan pendapat. Enggak selamanya kita harus punya pendapat yang sama.”

Bukan itu yang menjadi perhatian Tommy, melainkan kemungkinan bahwa Arthur tidak masalah dengan isu LGBT. Bagi Tommy, Arthur terdengar membela hak transpuan itu untuk berekspresi. Arthur tidak seperti semua cowok yang selama ini mengatai Tommy bencong atau menunjukkan ekspresi jijik pada cowok yang bertingkah feminin. Dan gara-gara hal tersebut Tommy jadi kepikiran ... apakah sebaiknya dia jujur saja tentang dirinya yang sebenarnya?

“Apa kamu marah karena pendapat kita berbeda?” tanya Tommy lagi.

Arthur menggeleng sambil mengerutkan alis. “Why should I?

Tommy mengangkat bahu. “Gapapa. Cuma mau nanya aja.”

Setelahnya, Tommy tak berani menanyakan apa pun lagi. Dia tak mau skenario sempurna ini hancur dengan nuansa canggung seperti yang terjadi di DU tempo malam. Sudahlah, kalau ada perbedaan pendapat, terima saja. Atau kalau mau kepo, simpan untuk kapan-kapan saja. Tanyakan di sekolah. Misalnya mengapa Tommy tak menemukan foto ibunya Arthur di rumah ini. Yang ada hanya foto ayahnya.

Beberapa ruangan tak Tommy akses sepanjang malam. Enggak ada urusan juga, sebenarnya. Tommy hanya pergi ke kamar mandi, duduk di ruang makan, duduk di ruang TV, lalu pergi ke kamar Arthur. Ada satu ruangan dengan pintu terbuka, di dalamnya terdapat banyak rak yang menggantung gaun-gaun cantik dengan payet-payet berkilau. Meski gelap, Tommy yakin itu semua gaun bermanik yang shining shimmering and splendid. Persis gaun Miss Universe. Tommy menduga, ibunya Arthur adalah pelaku pageant. Itulah mengapa Arthur bilang tak apa kalau Tommy suka pageant.

“Hey, Tom!” panggil Arthur tiba-tiba. “I think it’s going to be hot today. Kalau beneran cuacanya panas, siang entar mau keluar beli es krim?”

Hell no, ini terlalu sempurna! batin Tommy sambil menggelengkan kepala. Tommy mulai curiga bahwa ini hanya mimpi semata lalu Tommy akan bangun dari tidur dalam waktu dekat. Tidak mungkin semua fantasinya tentang Arthur dikabulkan secepat itu pada pekan yang sama. Tommy sudah menunggu-nunggu kapan dia akan terbangun dari mimpi indah ini, tetapi hingga berjam-jam kemudian, Tommy masih saja berada di dunia yang sama.

Pukul empat sore, Tommy sudah tiba di rumahnya dan kebingungan karena semua kebahagiaan itu belum juga memudar. Tommy akhirnya beli es krim bersama Arthur, tepat sebelum Arthur pergi ke trial dan Tommy pulang ke rumah. Tommy bahkan menyimpan sembunyi-sembunyi sendok es krim yang digunakan Arthur tadi. Berharap benda itu bisa dia bawa ke dunia nyata saat terbangun entar.

Nyata-nyatanya, ini memang dunia nyata. Semua proses mulai dari bangun pagi hari di samping Arthur hingga membeli es krim adalah nyata terjadi. Untuk membuat dilema lebih parah, kejadian bersama Jerome juga 100% nyata. Semua visual kemaluan gemuk yang Tommy kocok itu bisa kembali dengan mudah ke dalam benak Tommy, seolah-olah semuanya nyata.

Tommy sudah resmi jadi remaja sekarang. Resmi jatuh cinta pada teman sebaya. Resmi galau, bucin, dan baper pada seseorang (yang belum tentu menyukai Tommy balik). Tommy melewatkan makan malam hanya demi mendengarkan semua lagu cinta dari Spotify. Sepanjang malam Tommy menggulir Instagram Arthur dan Jerome, menatap setiap foto dan membaca setiap takarir yang tercatat. Dia bahkan berani menyentuh tombol like pada foto-foto mereka zaman dulu.

Sebelum tidur Tommy mengambil secarik kertas dan mengulang-ulang menulis ini:


Arthur Y Tommy Y Jerome


Malam itu Tommy tertidur sambil berfantasi pacaran dengan Arthur dan Jerome sekaligus. Tommy merasa selangkangannya meleleh hanya dengan membayangkan skenario itu.



To be continued ....


<<< Part 27  |  Nude  |  Part 29 >>>

1 komentar:

Nude 33

  ssendrawkwA emitefiL .33     Pada suatu pagi lima tahun lalu, Miza bangun lebih pagi dari biasanya meski semalaman tak bisa tidur. D...