30 The Mastermind
Mastermind
pembajakan The Flying Paradise ….
… adalah Harry.
The greatest actor of all time.
Setidaknya bagi Jordan.
Jujur saja, Jordan datang ke apartemen Harry berharap dugaannya salah.
Dia berharap Mora adalah satu-satunya pembajak yang mengeksekusi insiden
tersebut. Jordan tak menyukai Harry, tetapi baginya tak mungkin dia menjadi
bagian dari mata-mata. Hanya saja Jordan entah
mengapa yakin Harry terlibat sedikit-banyak dalam pembajakan itu.
Pertama, Harry selalu memegang ponsel ketika pengumuman dari pembajak
tampil di layar. Ada atau tidak ada Wi-Fi, Harry akan memegang ponsel. Jordan
sempat mengabaikannya, tetapi sekarang semua masuk akal. Karakter Harry memang
harus begitu. Harus karakter alay yang enggak bisa lepas dari handphone.
Namun bukannya pengecekan ponsel sudah dilakukan bersama-sama?
“Ya, kan gue ganti apps remote
control-nya pake TikTok, Beb. Pake logo TikTok juga. Jadi enggak akan ada
yang curiga. Siapa juga yang mau buka TikTok orang, hah?”
Damn! jerit Jordan dalam hati. Mereka nyariiisss … saja membuka TikTok
pada saat itu.
“Kece, enggak?” tanya Harry sambil menyeruput fruit punch berwarna merah hingga habis setengah. “Aaahhh …. Dan
gue sengaja ngebikin gue kelihatan kayak orang yang motifnya paling besar.”
“Kenapa?”
“Selain supaya gue diborgol belakangan dan bisa ketemu Mora, pun karena
gue yakin yang zodiaknya berelemen tanah kayak Virgo dan Capricorn, bakal overthinking soal motif tersebut. And it happened! Hahaha …. Cute, eh? And by the way, gue
Sagittarius. Bukan Leo.”
Itu adalah kecurigaan Jordan yang kedua. Memang, Harry Leo banget. Dia
bertingkah 100% Leo. Namun dalam kondisi investigasi tertutup itu, Harry
terlalu menunjukkan sifat-sifat utama Leo. Tanpa sedikit pun menunjukkan rasa
takut, cemas, insecurity, dengan cara
Leo. Ini agak-agak blur untuk dideteksi, tetapi dari sinilah Jordan mulai
curiga.
Keleoan Harry terlalu sempurna. Saking sempurnanya, Jordan perlu curiga.
Sejak kedatangan Jordan ke apartemen, Harry tak ada niatan mengenakan
baju. Dia mengajak Jordan duduk di salah satu sofa empuk, lalu dirinya
santai-santai di sofa seberang. Harry masih mengenakan handuk putih itu, yang
cantelannya terlepas, tetapi handuknya masih menutupi area selangkangan.
Sesekali handuk itu tersingkap, membuat Jordan deg-degan melihat apa yang ada
di baliknya.
Ya, Jordan sudah melihat kemaluan Harry di pesawat. Namun tetap saja,
melihatnya lagi, dalam sebuah ruangan dengan tiga cowok menarik nyaris
telanjang, membuat Jordan panas dingin. Sebisa mungkin Jordan tak mengamati
hamparan kulit Harry yang mulus, campuran lokal dan kaukasia. Di bawah wajah
tampan dan senyum menawan.
Mora menuang fruit punch ke
meja sebelah Harry. Lalu, cerita itu pun dimulai. Jordan mengungkapkan
kecurigaannya soal ponsel, dan Harry membenarkan.
“Dan keterlibatan elo dalam penerbangan itu, bukan kebetulan,” tambah
Harry.
“Apa maksudnya keterlibatanku bukan kebetulan?” tanya Jordan. Mora
menuang fruit punch untuk Jordan.
Ketika teknisi junior itu berjalan menghampirinya, sesuatu berayun di balik
celana boxer kotak-kotak Mora. Jordan sampai menelan ludah ketika wajahnya
berada tepat di depan selangkangan Mora saat cowok (yang kini kurus itu)
menuang minumannya.
“Karena kalau rencana ini gagal, kami harus mengeksekusi rencana kedua.
Dan rencana kedua, butuh orang kayak kamu, Mas,” jawab Maulana, menyesap lagi
tehnya.
“Orang yang jago membaca zodiak,” tambah Harry, mengedipkan satu
matanya. “Mau donat? Bikinan Kak Maul. Enak, lho!”
“Aku enggak mau ikutan!” tegas Jordan segera. “Dan aku enggak mau donatnya.”
“Tapi elo mau dengar semuanya, kan?” goda Harry, tersenyum sebelah. “How we did it?”
Tentu saja, batin
Jordan. Jadi, Jordan tetap duduk di sofanya, dan akhirnya mengulurkan tangan
agar Mora memberikannya sepotong donat. Dan, ya … donat itu enak sekali. “Oke,
mulai dari kenapa Mora bisa mati?” ujar Jordan. “I mean, gimana caranya kelihatan mati?”
“Gampang diceritain. Tapi apa jaminannya elo enggak akan nyebarin cerita
gue ke kepolisian?”
“Enggak. Dia enggak akan cerita,” ujar Maulana, tersenyum.
“I know. Cuma ngegertak doang.”
Harry mengedipkan satu mata ke arah Maulana. “Tapi gue boleh dong lihat dia
bugil?”
Maulana terkekeh kecil seraya bangkit dari kursinya. Maulana melepaskan
jubah mandi itu, meninggalkan celana dalam seksi—dari bahan yang berkilau—menempel
di selangkangannya. Lalu, Maulana menghampiri Jordan dan memaksanya berdiri.
“Untuk memastikan Mas enggak merekam percakapan ini—"
“Aku enggak bawa rekaman,” sela Jordan.
“Tetap aja.” Maulana lalu melucuti Jordan hingga telanjang. Enggak
telanjang bulat, sih. Masih menyisakan celana dalamnya yang enggak begitu
mahal. Jordan duduk lagi di atas sofa sementara Maulana mengecek semua pakaian
Jordan apakah ada alat perekam atau tidak. “Clear.
He’s safe.”
Seluruh pakaian Jordan dilemparkan ke dekat jendela. Jadi Jordan
menyimpulkan dia harus telanjang seperti yang lain dalam “meeting” ini.
“Wow … Mas Jordan ini seksi!” puji Harry sambil mengedipkan lagi sebelah
matanya. “Sama seksi kayak pacarnya. And
by the way, rencana kedua ini termasuk membebaskan Kristian dari jeratan
hukum. Randian juga. Meski dia nyebelin, sih. Tapi tetap harus dibebaskan, sebab
kita bakal reuni lagi entar. Yang penting sekarang …, Mas Jordan harus mau ikut
season dua.”
“Oh, he will.”
Maulana tersenyum lagi dari sofanya.
“Okay, first question. Gimana
caranya Mora mati?” ulang Harry.
Mora yang sedang berjalan ke kulkas dan mengambil sebotol bir, bergerak
ke sebuah lemari di belakang sofa. Beberapa barang di apartemen ini sudah
dimasukkan ke dalam kardus, karena Harry rencananya akan pindah ke Eropa. Namun
barang-barang inti seperti sofa, meja, konter, dapur, dan lemari, masih
terpasang dengan rapi layaknya apartemen.
Dari lemari, Mora mengeluarkan semacam kulit-kulitan ….
Oh, bukan. Itu silikon prostetik warna kulit. Tone warnanya sama dengan warna kulit Mora. Tumpukan silikon itu
dilempar ke atas meja konter. Satu di antaranya adalah sebuah rangka bagian
atas tubuh manusia dengan perut buncit.
“Aku enggak gendut, lho,” kata Mora sambil terkekeh.
Silikon prostetik itu ditempelkan ke tubuh Mora selama berminggu-minggu
terakhir agar setiap orang mengira Mora betulan gemuk. Materialnya cukup padat,
tetapi kenyal. Kalau ditekan dengan jari, rasanya seperti memegang kulit
manusia. Namun materialnya yang padat membuat denyut nadi tak terasa ketika
dicek. Itulah alasannya mengapa semua orang mengonfirmasi bahwa denyut nadi
Mora sudah tidak ada.
“Tapi aku enggak melihat kamu bernapas juga. Aku merhatiin perut kamu
bermenit-menit, perut itu enggak bergerak sama sekali,” aku Jordan. “Apa kamu
tahan napas selama itu?”
“Pake ini,” jawab Mora, mengacungkan rangka perut buncit barusan. Rangka
tersebut memberikan ruang di area perut. Sehingga, Mora tetap dapat bernapas
dan menggerakkan perutnya naik turun, tetapi gerakan itu tidak akan menyentuh
lapisan silikon prostetik yang ada di atasnya.
“Jadi kalian bawa silikon prostetik ini dari Indonesia, ke Amerika,
untuk digunakan lagi?”
“Ya enggak dong, Mas!” Harry terkekeh. “Buat apa jadi sugar baby-nya si Pamungkas kalau enggak
bisa dimanfaatkan?” Harry mengacungkan tangan ke arah Maulana, dan sang
pramugara membalasnya dengan tos.
“Ada alasan mengapa kami mendekati Pamungkas. Supaya bisa mengatur
segalanya,” ujar Maulana. “Dan karena dia Gemini, dia gampang ditipu.”
“Sebagian materi kita beli di US. Pura-puranya gue minta ‘Daddy’ buat
beli silikon prostetik buat pesta topeng. Padahal gue nyetok buat Mora.”
“Dan aku berhasil membujuk Pamungkas untuk bawa barang-barang terlarang,
sehingga semua bisa didaftarkan oleh Pamungkas, dan semua masuk dengan aman ke
pesawat.”
“Lalu bomnya?” tanya Jordan. “Gimana cara kalian menanam bom itu?”
“First of all, bomnya enggak
pernah ada,” ujar Maulana.
“Second, gue tanam pagi-pagi
ke bandara, sambil ketemuan ama Mora, tanpa diketahui ama yang lain. Daddy
tahunya gue pergi jogging, padahal
gue nyiapin semua itu. Harusnya pacar elo curiga karena gue baru balik jogging siang-siang. Tapi nyatanya …
ketipu semua.” Harry meneguk lagi fruit
punch-nya.
Ketika Harry meneguk tersebut, bisepnya mengembang kuat, membuat Jordan
terangsang. Apalagi setelahnya handuk Harry tersingkap. Jendolan kemaluan itu,
bersama rimbun jembut yang sudah tumbuh, membuat jantung Jordan berpacu.
“Kalau mau ngaceng enggak
apa-apa, kok Mas,” ujar Harry, melihat air muka Jordan yang seperti mupeng tapi
ditahan-tahan. “Kecuali Mora, kita homo semua di sini.”
Maulana dan Mora terkekeh.
Jordan langsung merapatkan pahanya, menutupi fakta bahwa ya, dia ereksi
sedari tadi. Jordan juga memeluk dirinya sendiri. Merasa agak malu, meskipun
tubuh Jordan sama-sama hot. Apa
mungkin karena Mora ternyata straight?
Kok, rasanya malu dilihat telanjang oleh straight?
“Tahu enggak yang goblok apa?” ujar Harry tiba-tiba, nyaris tergelak
dalam tawa. Harry mengajak Maulana berbicara. “Kan gue pagi-pagi ke bandara
tuh, mau masang bom palsu. Eh dicegat sama petugas check in. Ditanyain ini itu, terus gue bilang ada janji sama
teknisi ngambil barang pribadi.”
“Terus?”
“Terus pas siangnya gue check in
lagi, si petugasnya bilang, ‘Hello,
again!’ Anjrit, lah! Untung Pamungkas ama Kristian kagak curiga.” Dan Harry
pun tergelak. Maulana dan Mora ikut tergelak, tetapi Jordan hanya diam saja
karena tidak mengerti.
Hanya saja, Jordan jadi penasaran. “Jadi kamu masang bom siang-siang?
Bukannya ada visual check dari pilot?
Salah satu hasil wawancaraku bilang, pilot bakal keliling sebelum pesawat
terbang buat ngecek semuanya.”
“Lah, emang iya. Dan itu bagian dari rencana,” jawab Harry. “Waktu pacar
elo itu keliling isi kapal buat nanam kamera, gue pergi ke bawah buat buka
pintu wheel well. Thanks to Mora udah
ngasih tahu gue caranya gimana. Selanjutnya … Ceritain, Ra.”
Wheel well yang
terbuka adalah penegasan. Agar Mike, Laurence, dan Andre yakin betul bahwa bom
ditanam oleh seseorang. Pada saat pengecekan, sengaja Mora yang mengecek
suspensi sehingga Andre kebagian mengecek wheel
well. Ketika Mora diperintah untuk bertanya kepada teknisi Boeing tentang
“mengapa wheel well terbuka”, Mora
enggak menemui teknisi mana pun. Dia kembali lagi ke bagian bawah pesawat
ketika Mike, Laurence, dan Andre sudah naik. Lalu, mengencangkan bom palsu
tersebut.
Konsep bahwa bom sebenarnya ada dalam diri penumpang, seperti dugaan
Randian, adalah benar adanya. Seharusnya, Pamungkas yang meledak. Bukan Andre.
“Tapi aksi kalian itu menghilangkan satu nyawa,” ujar Jordan. “Andre
jadi korban jiwa.”
Harry menarik napas panjang sambil mengangguk-angguk kecil. “Yeah, we know. Jujur aja, harusnya enggak
ada korban jiwa dalam pembajakan ini. Kayak di film Money Heist, harusnya semua tetap selamat, mendarat dengan aman,
dan menghirup udara bebas setelah penerbangan berakhir. Kematian Andre itu di
luar dugaan.”
“Tapi bagi kami,” tambah Mora, duduk di kursi tinggi sambil menenggak
birnya. “Bang Andre adalah pahlawan. Dia menyerahkan jiwanya untuk kebaikan
umat. Untuk kebaikan semua karyawan di maskapai sialan itu yang menindas,
menekan, dan memaksa mereka berbuat kotor. Meski Pamungkas itu menyebalkan, dia
juga terpaksa berbuat kotor untuk melindungi rahasia perusahaan.”
“Jadi itu motif kalian?”
“At least, itu motifku,” jawab
Mora. Kemudian, Mora menceritakan dengan detail sejarah hidupnya kehilangan
orangtua. Dilanjutkan dengan Harry yang menemuinya di depan kantor pusat dan
membiayai pendidikannya agar bisa membalas dendam tiga minggu lalu. Motif balas
dendam Mora begitu kuat dan dapat dipahami.
Jordan (mungkin karena dia Pisces) meneteskan air matanya saat mendengar
cerita pilu itu.
“Aku hafal suratnya. Aku bacain, ya,” ujar Mora, berdiri dan mulai
membacakan surat dari orangtuanya seperti membaca puisi.
Setelah surat itu selesai dibaca, Jordan membutuhkan waktu lima menit
untuk menenangkan dirinya dari mendengar kisah haru. Hanya dari sebuah cerita
singkat, Jordan paham motif mereka. Jordan bahkan setuju mereka melakukannya.
Apalagi dengan perlakuan maskapai kepada Jordan tiga minggu terakhir, Jordan
menyesal dia bukan bagian dari pembajakan kemarin.
Mora datang menyodorkan tisu. Jordan mengambil sebagian dan menutulnya
ke pipi. “Oke. Lanjut.” Dia menarik napas panjang. “Keracunan makanan?”
Maulana terkekeh. “Of course
…. Aku yang masukin racunnya lah, Mas,” ujar Maulana. “Tapi tenang aja, itu
enggak berbahaya. Dan juga, obat penawar itu disediakan khusus untuk racun yang
Mas konsumsi. Kami menggunakan sejenis mikroorganisme khusus yang bikin perut
mulas dan demam. Sayangnya efek di orang beda-beda. Sampai-sampai pacar Mas
butuh oksigen. Untuk mengeksekusinya, aku harus pura-pura kaget ada makanan
tambahan. Supaya ketika KNKT menginvestigasi pembajakan, yang akan disalahkan
saat keracunan makanan adalah pihak katering di Seattle.”
“Apa itu berarti Mas meracuni Harry juga?”
“Enggak, lah!” Harry terkekeh. “Gue pura-pura keracunan aja, Bos. Suara
kentut gue aja palsu, kok. Gue pake aplikasi hape buat munculin suara kentut
ama mencret. Tujuannya, supaya gue bisa masuk ke setiap toilet, lalu gue tanam
kutu kemaluan itu di mana-mana.”
Sialan. Berarti memang benar dia yang
menyebarkan pubic lice itu,
batin Jordan kesal.
“Bagaimana dengan masker oksigen?” tanya Jordan, ingin tahu lebih
lanjut.
“Oh itu aku.” Maulana tersenyum lebar. “Saat itu di kokpit hanya ada aku
dan Mas Laurence. Itu pilot ngelamun terus. Ngelamun juga efek dari obat penenang
yang aku kasih ke minuman dia, sih. Ke kopinya. Jadi, untuk beberapa saat, dia
bakal lebih suka melamun ke luar jendela. Selama dia melamun, aku turunin deh
semua masker oksigen.”
Wow. Jordan ingin sekali bertepuk tangan atas ide mereka. Namun dia tak bisa
melepaskan tangannya yang sedang memeluk diri sendiri, karena kemaluannya masih
saja ereksi.
Untuk mengalihkan perhatian semua orang pada tubuhnya yang sedang
bergairah, Jordan mengajukan pertanyaan lain. “Tapi, gimana caranya mengirim
pesan-pesan ke kokpit?”
“Aku yang nge-hack,” ujar
Mora, tersenyum. “Tapi Bang Harry yang ngirim pesannya. Pokoknya, setiap pesan
atau surat muncul, pasti Bang Harry lagi pegang hape.”
“Elo ingat pas pengumuman ada bom di pesawat? Yang di lobi depan?” Harry
tertawa. “Waktu Maulana datang dan mau nenangin gue? Sebenernya gue lagi mau
ngirim pesan itu dan Maulana mastiin pesannya terkirim.”
Lalu ketiganya tertawa.
Jordan bersungguh-sungguh ingin bertepuk tangan. Sebagai Pisces yang
mencintai drama, ide dan eksekusi mereka sudah pantas dijadikan novel bergenre mystery dan thriller. Malah Jordan mulai kepikiran, bolehkah dia membuat novel
berdasarkan pembajakan ini?
“Ketika aku atau Harry dikurung,” ujar Maulana, “kami sebenarnya bekerja
sama dengan Mora untuk proses pesan-pesan selanjutnya. Sebab, hanya Mora yang
bisa nge-hack sistem di pesawat
supaya nge-print di kokpit, ruang
kerja, atau nampilin pesan di semua layar.”
“Dan supaya aku bisa makan.”
“Oh, iya. Supaya Mora bisa makan,” lanjut Maulana, “aku dan Harry memang
sengaja membuat diri kami dituduh sebagai mata-mata. Jadi, kami bisa
menyelipkan makanan untuk Mora seraya Mora mengeksekusi retasan-retasan
berikutnya.”
“Jadi, waktu gue teriak-teriak diborgol sama Mora, itu palsu, ya. Please, gue enggak secemen itu ama mayat!”
Harry menuang fruit punch baru, lalu
menenggaknya.
Beberapa hal lain, mulai diceritakan oleh ketiganya secara bergiliran.
Seperti misalnya, Mora menanam benda berbahaya di balik furnitur kabin selama
masa maintenance. Tujuannya untuk
menghasut agar orang-orang menuduh Randian. Dan Harry harus ena-ena dengan
Laurence agar isu itu terangkat.
Mora menggunakan kontrol jarak jauh, setelah dia meretas perangkat lunak
pesawat, untuk mengendalikan sistem-sistem pesawat. Matinya mesin dalam
penerbangan, sehingga The Flying Paradise
meluncur tanpa dorongan, adalah ulah Mora. Semua dilakukan melalui komputer.
Antara Maulana dan Harry dapat mengaturnya kapan pun melalui ponsel, tanpa
bantuan Wi-Fi.
Jadi, mematikan Wi-Fi itu enggak berpengaruh apa-apa, sebenarnya.
Kapan Mora melakukannya? Dua jam pertama penerbangan, sebelum Mora
pura-pura meninggal, dia berada di kabin bawah untuk mencabut kabel APU dan
mengatur padamnya mesin agar bisa dikontrol dari jarak jauh. Semua gangguan
sistem yang terjadi sudah direncanakan dengan matang oleh otak encer Mora.
Kehadiran Harry di kamar Jordan saat empat orang itu berdiskusi soal
Yavadvipa Jet dimaksudkan untuk mencari momen pemfitnahan Kristian. Ketika
Kristian pergi ke toilet—yang memang sebenarnya pergi ke toilet—Harry
menayangkan adegan seks Pamungkas dan Maulana, termasuk mencetak foto-foto
rahasia di printer ruang kerja dan
mengunggahnya ke Twitter. Semua dia lakukan dengan ponselnya. Namun yang Jordan
kira, Harry sedang main TikTok.
Semua kamera yang merekam adegan-adegan itu sudah ditanam Mora lebih
dulu dibandingkan Kristian. Pokoknya ketika masa maintenance, Mora berjasa besar dalam pembajakan ini. Jangan dikira
Mora leha-leha saja pura-pura menjadi mayat sepanjang penerbangan. Borgol dan
pistol juga diletakkan Mora ke kompartemen pada saat maintenance.
Jordan sampai membelalak ketika diberi tahu bahwa Maulana
membolong-bolongi kondom. Ditambah, berita soal HIV dan Covid-19 itu palsu. Itu
semua bagian dari meledakkan psikologis penumpang dari dalam dirinya sendiri. Termasuk
ketika uang harus dikirimkan ke alamat Pamungkas. Hanya demi membuat Pamungkas
gila.
“Gue harus ngewe itu gadun
demi bisa dapat alamat lengkapnya,” ujar Harry, bernostalgia. “Sambil dibeliin
jaket, sambil ngafalin detail RT sama RW. Fuck
me!”
Bagaimana dengan Mike yang menukikkan pesawat dengan sengaja?
Sebelum Mike kembali ke kokpit, Mike menemui Harry dan berpelukan
dengannya. Di situlah Harry menyelipkan sebuah pesan ke saku Mike, yang dibaca
oleh sang kapten ketika Laurence tak berada di sana. Itu pesan ancaman tentang
perilaku seksual Mike yang akan disebarkan ke seluruh keluarganya, termasuk
utang-utang yang tak diketahui sang istri. Tentu saja Harry tak berniat
melakukannya. Dia hanya ingin menekan Mike agar membuat pesawat jungkir balik.
“Lalu, siapa yang mengakses komputerku?” tanya Jordan, untuk kali
terakhir.
“Aku,” jawab Maulana. “Aku yang masuk ke sana dengan cepat, meng-copy datanya, lalu mengirimkan ke media.
Waktu Mas kembali ke kamar untuk tidur, aku melakukan itu semua selama lima
menit. Harry ada di common room untuk
memberi kode kalau-kalau Mas sudah akan kembali ke laptop Mas. Bahkan, kali aja
Mas enggak sadari …, aku juga kok yang mendorong Mas Jordan untuk mengadakan
investigasi itu. Inget enggak, Mas?”
Jadi semua memang sudah direncanakan dengan matang.
Di luar hasil pembajakan yang tidak terpenuhi semua, setidaknya mereka
mengeksekusi semuanya sesuai rencana hingga mendarat di Palembang. Mereka gagal
mendapatkan permintaan kedua dan ketiga, pun kehilangan satu nyawa di luar
rencana. Jordan perlu berdiri dan memberikan tepuk tangan. Namun Jordan tetap
tak bisa melakukannya karena di bawah sana sudah ada yang berdiri.
“Tapi … tapi kalian dapat 9 juta dolarnya?” tanya Jordan.
“Dapat, dong.”
“Yang berarti … ada orang keempat?”
Harry tersenyum. “Ada. Namanya Usman. Elo enggak akan kenal. Gue
ngebikin Pamungkas percaya dan hanya
percaya sama flight dispatcher
itu. Jadi ketika maskapai ngirim sembilan juta ke alamat rumah Pamungkas, Usman
menukar tasnya dengan tas yang lain. Enggak ada yang tahu itu.”
“Kenapa hanya 9 juta dolar?” tanya Jordan.
“Sembilan juta dolar hanya simbol,” jawab Mora. “Itu adalah uang yang
harusnya aku terima dari maskapai, atas meninggalnya ayah bundaku. Tapi aku
enggak butuh uang itu. Aku cuma butuh maskapai itu jatuh, atau setidaknya dipegang
oleh orang yang lebih beradab.”
“Sembilan juta dolarnya,” tambah Harry, “bakal kita pakai untuk modal
proyek kedua. Di mana elo bakalan gabung sama kita.”
Jordan menelan ludah. Dia sebenarnya setengah tertarik untuk ikut, meski
risikonya sangat besar. Namun Jordan juga tahu itu perbuatan yang salah. Tapi
kan kalau bukan dengan cara seperti ini, maskapai itu akan terus melenggang
cantik dan menekan semua orang. Kisah Mora itu sudah cukup menjadi motif kuat
untuk melawan Yavadvipa Jet. Dan dengan situasi depresif yang dialami Jordan
akhir-akhir ini dari sang maskapai, Jordan seharusnya bilang iya.
“Aku enggak tahu motifku apa,” ungkapnya. “Alasan mengapa aku harus
melakukannya.”
“Well … motif gue adalah …,” ujar Harry, “Yavadvipa Jet membunuh pacar gue
Joey dalam sebuah penerbangan yang dirahasiakan, dan keluarganya enggak
mendapatkan kompensasi. Berita kematian Joey dipalsukan, dan gue enggak bisa
dapat momen terakhir sama almarhum. Selidik punya selidik, ternyata gue bukan
satu-satunya.”
“Kalau motifku,” Maulana tersenyum, “karena aku selalu dijadikan budak
seks oleh para tamu. Persis mendiang ibunya Mora. Gara-gara maskapai,
keluargaku hancur, ibuku meninggal, dan harga diriku diinjak-injak lebih rendah
dari sampah. Aku enggak mood untuk nyeritain semuanya hari ini. Tapi itulah
motifku.”
“Dan elo enggak perlu punya motif kuat, kok,” tambah Harry sambil
tersenyum lebar. “Elo cuma perlu punya niat menyelamatkan ribuan karyawan di
maskapai itu yang sekarang tertekan karena harus berbuat kotor. Atau lakukan atas
nama mereka yang sudah meninggalkan kita gara-gara maskapai. Untuk Joey, untuk
orangtuanya Mora, untuk ibunya Maulana, dan terbaru … untuk Andre.”
Itu motif yang masuk akal, batin
Jordan. Namun entah mengapa Jordan hanya
diam saja.
“Omong-omong,” lanjut Harry, “waktu gue bilang kita bakal reuni, I mean
it well. Kita bakal reuni di season dua. Mas Jordan, Mas Kristian, Mas Randian,
Kapten Mike, Kapten Laurence, bahkan … Om Mungkas. Kebetulan aja, Mas orang
pertama yang kita hire. Dan nanti, kita akan tambah personil, Mas. Tenang aja.
Bakal banyakan nanti.”
Jordan masih diam tanpa respons.
Harry mengedikkan kepala ke arah Mora. Teknisi itu mengangguk dan
berjalan ke depan Jordan, lalu mulai memerosotkan celananya. Di depan Jordan
sekarang tampak sebatang penis yang layu, menggantung indah di bawah jembut
hitam legam. Jordan sampai membelalak karena takjub.
Namun Mora malah duduk di samping Jordan dan merangkulkan lengannya ke
bahu Jordan. Mora mengendus leher Jordan.
“I know you want it,” kata
Harry, sekali lagi mengedipkan sebelah matanya. “And you want this.” Harry menyibak handuknya terbuka, menampilkan
sebatang kemaluan besar khas orang kaukasia.
Pada saat yang sama, Maulana juga berdiri dan melepaskan celana
dalamnya. Di depan Jordan sekarang berdiri dua cowok menarik yang telanjang
bulat, yang berjalan perlahan-lahan menghampirinya. Mora menarik tangan Jordan
agar meremas kemaluannya, sementara Harry berjongkok di depan Jordan,
melepaskan celana dalam penulis tersebut.
Penis Jordan yang menegang keras, langsung terkuak dan mencuat ke atas.
Harry langsung melumatnya dengan nikmat. Sensasi hangat membaluri kulit
sensitif kemaluan Jordan. Membuat sang penulis menggelinjang menahan desir
darah yang mengalir kencang. Maulana muncul di sisi lain, tiba-tiba mengulum
puting susu Jordan dengan kecupan bibir dan lidahnya yang pandai menari-nari.
Kecupan itu sampai membuat Jordan memelotot karena keenakan.
Jordan tak malu lagi untuk mendesah keras, “Aaahhh ….”
Desahan itu ditutup oleh cumbuan hangat dari bibir Mora. Jordan langsung
membelalak dan berbisik, “Tapi kamu, kan … straight
….”
“I could be gay for you for a night.”
Lalu, cumbuan penuh nafsu itu diberikan oleh Mora hingga membuat Jordan
memejamkan mata, tak kuasa menahan nikmatnya. Yang Jordan tahu berikutnya, Mora
berdiri di atas sofa, kemaluannya perlahan-lahan mengeras di depan wajah
Jordan. Penulis itu langsung melahapnya dengan nikmat, sambil merasakan di
bawah sana …
… Harry menjilati lubang pantatnya ….
… dan Maulana mengulum penisnya sekarang, seraya memilin-milin puting
susu Jordan.
Itu adalah layanan seksual ternikmat yang pernah Jordan rasakan. Jordan
hanya bisa pasrah mengangkang kaki dan merasakan tarian lidah Harry di bawah
sana, termasuk kuluman licin mulut Maulana yang membuat tubuhnya bergidik.
Sesekali tubuh Jordan bergetar, sesekali desahan lembut lolos dari mulutnya.
Sambil mengulum penis Mora, teknisi itu bertanya, “Jadi gimana …, Mas
mau ikut proyek kami?”
Jordan membuka matanya sambil memandang Mora di atas sana. “Tapi aku
harus ngapain?”
Mora tersenyum dan memasukkan lagi kemaluannya ke mulut Jordan. “Itu
bisa kita diskusikan. Asalkan Mas mau ikut … aaahhh …. Mau ikut proyek ini,
untuk kebaikan umat.”
Mungkin Jordan terlena oleh servis seksual dari tiga laki-laki menawan
itu. Selain menawan, permainan mereka pun membuat Jordan merinding oleh rasa
nikmat. Tak mungkin Jordan berkata tidak dalam situasi tersebut.
Jadi Jordan pun mengeluarkan penis Mora dari mulutnya dan berkata, “Ya
aku ikut.”
Setelahnya, Jordan mengulum lagi kemaluan itu, merasakan kenikmatan dari
orgy paling sensual dan mendebarkan
dalam hidupnya.
Merasakan … terbang seperti di surga.
The end.