Selasa, 18 Mei 2021

The Flying Paradise 29

 29 The Spy

 




Tiga minggu setelah insiden The Flying Paradise, Jordan mengalami hari-hari paling melelahkan. Wawancara dengan TV, investigasi dengan KNKT, hingga desakan dari Yavadvipa Jet untuk merahasiakan beberapa hal.

Ya, Jordan mendapat ancaman dari Yavadvipa Jet kalau Jordan berani membeberkan beberapa informasi rahasia yang terjadi selama insiden. Jadi, dalam semua konferensi pers atau wawancara media, akan selalu ada perwakilan Yavadvipa Jet yang menemaninya, memastikan Jordan tak mengatakan informasi yang dilindungi.

Maskapai bahkan melakukan penelitian pada Jordan sebagai personal. Segala jenis data media sosial dan sejarah hidup Jordan dikumpulkan dan digunakan sebagai alat pemerasan. Hidupnya sebagai gay, laporan pajaknya yang punya beberapa fraud, hubungannya bersama Kristian, setiap buku biografi yang Jordan tulis sebagai ghost writer, dan masih banyak lagi. Kalau Jordan tak ingin semua rahasia itu terungkap ke publik dan di-blow up oleh media (karena tentu saja Yavadvipa Jet disokong oleh media) Jordan hanya boleh bersaksi di depan publik sesuai skenario yang dibuat maskapai.

Hal yang sama terjadi kepada Kristian. Bahkan, lebih parah, Kristian terancam masuk penjara atas tuduhan pornografi.

Gara-gara terlibat dalam insiden ini, negara memeriksa segala jenis peralatan digital yang Kristian punya. Dari hasil penyelidikan, ditemukan bahwa Kristian mengoleksi gambar dan video non-konsensual yang bersifat pornografi. Memang, tak ada bukti bahwa Kristian menyebarkannya—atau bahkan memilikinya, karena Kristian tetap berkelit semua video itu ada di sana bukan atas kehendaknya. (Sekarang beberapa video tersebar karena seorang oknum kepolisian dengan sengaja menyebarkan lewat Twitter.) Sayangnya, pihak-pihak yang direkam dalam koleksi pornografi itu menuntut Kristian lewat jalur hukum, terlepas dari apakah Kristian terbukti sebagai perekam dan penyebarnya, atau bukan.

Jadi, setelah terlepas dari investigasi KNKT, Kristian tetap harus menjalani penyelidikan atas tuduhan kriminal yang dilakukannya. Jordan tak bisa berbuat apa-apa. Yang dilakukan Kristian tetap salah, tak peduli dia menyimpannya untuk diri sendiri, atau untuk disebarkan. Jordan hanya bisa menemani Kristian ke setiap panggilan investigasi, persidangan, pertemuan dengan korban, dan lain sebagainya … tanpa bisa berbuat apa-apa.

Pamungkas melenggang manja atas aksi heroiknya mempertahankan beberapa rahasia tetap tersimpan. Meski belum menjabat sebagai CEO, tetapi gajinya naik. Pamungkas jago sekali berakting di depan media bahwa dia disiksa secara fisik selama proses pembajakannya. Dia membual sebuah cerita fiktif seperti dirinya diikat, dicambuk, ditendang, dan ditodongkan pistol selama perjalanan. Padahal kenyataannya Pamungkas mabuk-mabukan sambil tertawa seperti orang gila. Pistol pun dia yang pegang sepanjang perjalanan, sampai akhirnya Andre menembak dirinya sendiri.

Mike, Laurence, dan Maulana mendapatkan penghargaan dari maskapai atas aksi heroiknya menyelamatkan penerbangan dalam insiden. Ketiganya tak bisa mengundurkan diri, meski mereka sangat ingin. Sama seperti Jordan, ketiganya diperas melalui informasi pribadi yang maskapai retas secara sengaja. Apalagi Mike, maskapai telah membantu membelanya atas kasus membahayakan keselamatan penerbangan di bawah ancaman. Yang harusnya Mike masuk penjara, kemungkinan Mike akan bebas tetapi terikat kontrak dengan maskapai untuk waktu yang lama.

Bagaimana dengan Harry? Sang supermodel didiagnosa mengalami trauma oleh seorang psikolog. Harry akan pindah ke Eropa dan tinggal di sana untuk sementara. Selama berminggu-minggu Harry dikabarkan pergi ke rehab untuk menyembuhkan dirinya. Harry tak ada masalah bekerja sama dengan maskapai untuk menceritakan insiden menurut versi Yavadvipa Jet. Toh, Harry memang brand ambassador-nya. Enggak setuju pun, Harry harus bilang setuju.

Beruntungnya, diagnosa trauma itu berhasil membuatnya keluar dari jeratan Yavadvipa Jet. Brand ambassador terbaru akan ditunjuk dalam dua bulan ke depan.

Bagaimana dengan Randian? Dia kambing hitamnya. Dia dituduh sebagai mata-mata dalam pembajakan. Pamungkas benar-benar benci kepada Randian, sehingga dia memanipulasi maskapai agar menuduh Randian. Dan memang Randian punya motif yang sangat kuat. Kematian Andre memperparah keadaan. Maskapai memberi tahu media bahwa, “Saudara R melakukan pelecehan seksual kepada Saudara A di dalam pesawat, tetapi karena Saudara A menolak—mengingat maskapai punya aturan tegas soal pelecehan seksual—Saudara R menembak kepalanya hingga meninggal dunia.”

Jordan ingin sekali membantah berita palsu tersebut. Namun itu tak ada dalam skenario khusus Jordan yang ditulis oleh maskapai. Bahkan, Randian tak mendapatkan skenario khusus seperti semua penumpang yang lain. Dalam setiap pertemuan rahasia antara maskapai dan penyintas The Flying Paradise, tidak pernah ada Randian di sana untuk diajak mendiskusikan skenario pembajakan agar satu suara.

Randian dibiarkan mengatakan yang sebenarnya di media, tetapi suaranya kalah. Sehingga Randian malah kelihatan seperti penjahat yang berbicara omong kosong membela dirinya sendiri.

Tak ada yang bisa membantu Randian. Arsitek itu kini ditetapkan sebagai tersangka, tetapi tidak ditahan karena Randian berhasil mengajukan penangguhan penahanan. Bukti bahwa Randian menembak Andre kurang kuat. Tak ada sidik jari Randian pada pistol yang digunakan membunuh Andre. Untuk sementara, Randian bisa tinggal di apartemennya menunggu keputusan terbaru apakah statusnya berubah menjadi Terdakwa, atau justru lepas dari sangkaan.

Gara-gara kasus Randian, media dihebohkan dengan berita viral perkosaan sesama jenis seorang arsitek kepada seorang teknisi. Di mana akhirnya se-Indonesia merundung Randian di media sosial. Nama LGBT jelek lagi gara-gara Randian. (Secara teknis gara-gara maskapai, sih. Tapi kan masyarakat enggak tahu.)

Dan gara-gara hal tersebut, Jordan makin enggak bisa bergerak bebas. Topik LGBT kembali menjadi topik sensitif di media sosial. Fakta bahwa setiap orang di dalam pesawat pernah bercinta dengan dua orang yang lain akhirnya tak pernah terungkap. Dalam hal ini, Yavadvipa Jet yang turun tangan memastikan isu homoseksualitas itu tak pernah ada. Makanya Jordan dan yang lain tak punya pilihan selain mengikuti skenario maskapai yang palsu. Hitung-hitung membayar jasa karena membantu menyamarkan seksualitas setiap orang.

“Nak? Nak?” Ibu Jordan memanggil dari luar pintu kamar. “Ada tamu tuh datang.”

“Siapa?”

“Artis yang waktu itu. Mama masuk, ya?” Karena kebetulan tidak dikunci, dengan lancang ibunya Jordan masuk dan menutup pintu. “Si Kevin itu datang lagi, lho. Dia best friend kamu, ya?”

“Iya,” jawab Jordan singkat. Dirinya sedang sibuk menulis di depan laptop, merasa tak bersemangat menghadapi hari-hari setelah pembajakan. Ini adalah tiga hari tanpa wawancara apa pun. Dan Jordan ingin beristirahat dengan damai di kamarnya sendirian.

“Kamu mau ketemu dia, enggak?”

“Enggak, ah,” jawab Jordan. “Bilang aja aku enggak ada.”

“Kalau Mama yang ngobrol sama dia gimana? Mama udah nyiapin kartu nama. Barangkali dia mau ngasih ke produser gitu?”

“Enggak usah, lah. Entar aku yang ngasih tahu dia. Tapi suruh dia pergi dulu.”

“Kamu ini kenapa, sih Sayang? Kok kayaknya sejak pembajakan itu stres mulu.”

“Iya, aku stres. Jadi, Mama keluar aja, ya. Tolong bilang ke dia aku lagi enggak ada.”

Ibunya Jordan hanya menghela napas panjang. “Ya udah …. Tapi kamu jangan lupa makan, ya. Mama udah masakin tumis kangkung tuh di meja. Kamu hari ini keluar lagi enggak?”

Tidak ada jadwal keluar, tetapi Jordan merasa perlu menjawab, “Iya. Nanti aku keluar lagi.”

“Wawancara?”

“Iya, wawancara,” bual Jordan.

“Sama Insert, bukan? Kalau sama Insert, Mama ikut, ya!”

Jordan memutar bola mata. “Mana ada Insert ngeliput pembajakan aku kemarin.”

“Iiihhh … ada! Mama nonton!” sergah ibu Jordan. “Yang ada model ganteng terus trauma itu, kan ada di pembajakan itu, Nak.”

Oh, Harry.

“Mama kirain kamu juga bakal diliput sama Insert. Apa belum, ya?”

“Aku enggak akan diliput sama Insert. Aku bukan artis. Udah sana, bilangin aku enggak ada ke si Kevin itu.”

Mama mendengus. “Hih … kamu ini. Durhaka lho enggak bawa ibu kandung ke Insert. Awas ya kalau kamu sampai diliput sama Insert tapi Mama enggak tahu!”

Ibunya Jordan keluar lagi dari kamar menuju ruang tamu. Dari kamarnya, Jordan dapat mendengar sang ibu berkata, “Aduh maaf Mas Artis. Katanya, Jordan lagi enggak ada.”

Jordan menepuk jidatnya.

Hari ini Jordan tak punya jadwal keluar. Namun sepanjang pagi, Jordan kepikiran sesuatu.

Yaitu orang yang Jordan curigai sebagai mata-mata.

Meski bagi publik Randianlah penjahatnya, tetapi bagi semua orang dalam penerbangan, Mora adalah penjahatnya. Dalam sebuah pertemuan kecil di lounge VIP Bandara Internasional Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang, tepat setelah kecelakaan, delapan orang berkumpul sambil menyampirkan selimut ke bahu. Secangkir teh hangat disajikan diiringi kue-kue. Mereka sedang menunggu izin dari otoritas bandara untuk dipulangkan atau diwawancarai media lokal.

“Mora masih hidup,” ujar Mike.

Laurence mengafirmasi pernyataan itu meski enam orang yang lain tak percaya.

“Dia menodongkan pistol ke kepala kami, menyuruh kami go around dan mendarat di Palembang. Makanya kami enggak jadi mendarat di Sungai Musi.”

“Terus di mana sekarang Moranya?” tanya Jordan.

“Dia pasti kabur, sih. Tadi di ruang meeting kecil hanya ada jenazahnya Andre.”

Ketika mereka kira jawabannya sudah terkuak, Pamungkas malah berkata, “Oke, jangan sebarkan informasi ini kepada yang lain.”

“Maksudnya?”

“Kita tunggu perintah maskapai soal skenario yang harus kita ceritakan ke media.”

“What the fuck?!” umpat Mike berang. “Kita semua punya cerita yang sama!”

Pamungkas menggeleng. “Percaya sama saya. Kalau kalian mau selamat, ikuti apa kata maskapai. Hal pertama, jangan dulu bahas soal Mora. Hal kedua, katakan kepada media sesuai skenario yang sedang dibuat. Maskapai sudah kehilangan 9 juta dolar. Untung dua permintaan terakhir belum terpenuhi.”

“Oh, saya sih bakal pastiin dua permintaan terakhir terpenuhi, meskipun Mora sudah menghilang,” tantang Randian. Nah, di situlah akhirnya maskapai membalik meja dengan cara memfitnah Randian dan membuatnya seolah-olah pembunuh berdarah dingin. Sebelum Randian mengatakan sesuatu yang menjatuhkan maskapai, maskapai duluan yang menjatuhkannya.

Jordan tak tahu bagaimana tanggapan maskapai pada fakta bahwa Moralah pelakunya. Atau penyelidikan deh soal gimana Mora melakukannya ketika belasan jam penerbangan Mora hanya terbujur kaku di ruang meeting kecil.

Jordan memang tak sempat dikurung di ruang meeting itu. Jadi Jordan tak sempat mengecek lebih lanjut soal jenazah palsu Mora. Namun kali terakhir Jordan menyentuhnya, Mora memang tak punya denyut nadi. Jordan menyentuh sendiri leher Mora.

Misteri aksi Mora dalam pembajakan adalah misteri terbesar dalam hidup Jordan sekarang. Apakah ini ada kaitannya dengan satu orang yang Jordan curigai sebagai mata-mata pada awalnya? Jordan sudah mengantongi satu nama yang dia yakin sebagai pelaku utamanya. Namun nama tersebut harus dia lupakan setelah Mike dan Laurence bersaksi bahwa Moralah pelakunya.

Lalu pagi ini … nama itu bergaung lagi dalam kepala Jordan.

Jordan memutuskan untuk mengiriminya pesan lewat Instagram, Boleh aku ketemu kamu hari ini?

Tak lama, orang itu menjawab, Boleh, dong!

Di mana? tanya Jordan.

Dan dia memberikan alamatnya. Jordan tak berpikir dua kali untuk langsung bersiap-siap dan pergi meninggalkan rumahnya, meninggalkan tumis kangkung yang sudah disiapkan sang ibu.

*  *  *

Jordan turun di depan sebuah kompleks apartemen mewah. Taksinya langsung melenggang pergi ketika Jordan memasuki pagar. Dia memastikan tak ada yang membuntutinya. Selama tiga minggu terakhir, Jordan masih khawatir pihak maskapai mencari-cari cara agar tetap bisa memeras Jordan dengan foto-foto candid penuh skandal.

Jordan tiba di lobi apartemen dan disambut seorang security yang tampaknya sudah menanti kedatangan Jordan. Tiba-tiba saja, tanpa Jordan mengatakan apa pun, security itu membuka akses ke lift, dan menekankan lantai delapan gedung A. “Sudah ditunggu, Mas. Silakan.”

“O-oke ….” Dengan canggung Jordan berdiri di dalam lift dan naik ke lantai yang dimaksud.

Jordan mencari nomor unit apartemen yang tertera di Instagramnya begitu dia melangkahkan kaki ke luar. Lokasinya tak sulit dicari. Ada bel khusus yang diletakkan di dekat pintu, yang suara panggilannya terdengar sampai keluar setelah Jordan menekannya.

Pintu dibuka.

Jordan langsung menutup mulutnya dengan tangan, mundur satu langkah, dan membelalakkan mata. Dia terkejut. Seharusnya mungkin sudah diprediksi, karena memang kecurigaannya ke arah sana. Namun tetap saja Jordan tak menyangka sosok itu betulan berada di depannya sekarang.

Sosok itu sangat seksi. Nyaris telanjang, hanya mengenakan celana boxer kotak-kotak, tampak sangat santai. Dia meletakkan satu tangan di daun pintu, memamerkan rambut ketiaknya yang lebat. Dan dia kurus. Tubuhnya kurus atletis dengan otot-otot kering sempurna, perut kotak-kotak, kulit kecokelatan yang menawan. Di tangannya yang lain ada sepotong donat yang sudah setengah dimakan, dan cowok tersebut sedang mengunyahnya sambil tersenyum. Tepung gula bertebaran di sekitar mulutnya.

“Halo Mas Jordan!” sapanya.

Itu Mora.

Sosok yang menghilang sejak The Flying Paradise mendarat di Palembang. Dan dia tampak … kurus. Ganteng, pula. Wajahnya yang imut, mata cemerlang, body berondong yang kurus. Mora tampak sehat walafiat. Padahal ini bukan apartemen Mora yang Jordan tuju.

Ini yang Jordan pikirkan sepanjang pagi. Pasti mata-mata itu bukan hanya satu. Pasti ada satu orang lain di antara penumpang yang membantu aksi Mora. Dan pasti, mereka bekerja sama ketika si mata-mata hidup diborgol ke dalam ruang meeting kecil. Bahkan mungkin, mereka membuat situasi agar seolah-olah mata-mata hidup ini diborgol dan dipertemukan dengan mayat Mora, supaya mereka bisa berdiskusi.

“Masuk!” Mora membuka pintunya lebar-lebar.

Jordan masih nge-hang selama beberapa detik. Kemudian, dia berjalan pelan-pelan melewati pintu, dipimpin oleh Mora menuju ruang tengah.

Berarti benar, batin Jordan. Dugaannya selama tiga minggu terakhir. Orang itu adalah mata-mata kedua. Mata-mata yang mengawasi para penumpang selama penerbangan.

Ketika tiba di ruang tengah, di atas meja, tergeletak puluhan foto semua orang yang ada di dalam The Flying Paradise. Foto-foto itu hanya menampilkan tubuh setiap orang, tanpa menunjukkan muka. Ada foto Jordan, foto Kristian, dan mungkin foto Harry, Maulana, Randian, Mike, Laurence, Pamungkas, dan Andre. Semuanya bertebaran acak seperti sedang dibahas bersama-sama.

Namun semua foto itu tak memiliki wajah. Foto shirtless, mengenakan pakaian, foto memamerkan dada bidang, ketiak, bisep trisep, puting susu, pokoknya tanpa wajah. Ada foto Jordan yang tergeletak di ujung meja dengan tulisan, THE WRITER di atasnya. Lalu foto Kristian di tengah hutan, bertelanjang dada, bertuliskan THE VIDEOGRAPHER.

Foto Mora dengan tubuh seksi pun ada di sana. Tulisannya, THE BEGINNING. Pembajakan ini sudah direncanakan dengan sangat detail dan matang.

Atau justru mereka sedang merencanakan pembajakan kedua? pikir Jordan. Mengapa foto-foto ini masih bertebaran? Kalau ini akan memberatkan mereka, harusnya mereka sudah membakar semua foto ini, kan?

Jordan baru menyadari seseorang sedang duduk menghadap ke jendela. Sosok itu mengenakan jubah mandi besar berwarna putih, menikmati secangkir teh sambil memandang Jakarta di hadapannya. Dia memutar kursinya menghadap ke Jordan, bangkit, dan menghampiri sang penulis.

Lagi-lagi, Jordan terkejut.

Sosok itu tak Jordan sangka ada di sini juga.

“Hei! Gimana kabarnya?” Dia menghampiri Jordan sambil cipika-cipiki, kemudian berjalan ke dapur dan membawakan sepiring donat. “Orangnya lagi mandi. Mau donat?”

“Eng … enggak. Thanks.” Jordan masih menutup mulutnya karena terkejut. Matanya masih membelalak.

Sosok yang ada di hadapannya ini berwajah manis. Dia hanya mengenakan celana dalam mahal dibalut jubah mandi yang tidak diikat. Sehingga, Jordan dapat melihat ketelanjangan dari leher hingga ke perut, lalu tungkai-tungkainya yang berotot.

Mereka sedang orgy atau apa? Mengapa dia dan Mora telanjang? batin Jordan.

Dia Maulana. Dan dia bukan orang yang membuat janji dengan Jordan hari ini. Apa ini artinya mata-mata pembajakan ada tiga orang?

“Kok, kamu ada di sini?” tanya Jordan.

“Karena kamu mau datang, Mas,” jawab Maulana, duduk lagi di kursinya sambil menyesap teh. Maulana tampak segar dan ceria. Seolah-olah tiga minggu lalu tidak mengalami kejadian traumatis yang melelahkan dalam pembajakan. “Kita, kan mau meeting.”

“Meeting?”

“The Falldown of Yavadvipa, season two!” jawab Maulana sambil menyesap lagi tehnya.

“Ehem. The Flying Paradise Project, season two,” ralat Mora cengar-cengir sambil meraup satu donat lain.

“Aku enggak suka nama itu. We should really change the name one day, okay?” sergah Maulana sambil memutar bola mata.

Mora mengangkat bahu. “Oke. By the way, ini enak lho, Mas,” Mora mengacungkan donat ke arah Jordan. “Cobain! Kak Maul yang bikin.”

Maulana mengibaskan tangannya. “Biasa aja, kok Ta.”

“Kenapa … kenapa meeting-nya bawa-bawa aku?” tanya Jordan, menelan ludah. Jordan masih berdiri di tempatnya. Agak gemetar karena melihat Maulana dan Mora berada di apartemen yang bukan milik mereka. Bukan dengan merekalah Jordan membuat janji temu. Mengapa justru mereka berdua yang Jordan temui pertama kali?

“Karena kamu akan menjadi bagian penting untuk proyek kedua,” jawab Maulana. “Ayo, sini. Duduk dulu.”

Sebelum Jordan duduk, pemilik apartemen akhirnya muncul. Sosok itu telanjang juga, tapi karena habis mandi. Handuk dilingkarkan ke pinggangnya, agak-agak ke bawah hingga jembutnya yang baru tumbuh mengintip keluar. Titik-titik air memenuhi seluruh permukaan kulitnya dengan seksi. Sosok itu merentangkan tangan sambil menghambur memeluk Jordan dengan kurang ajar. “Yooo! My Mate! Gimana kabarnya?”

“Ka … kamu?”

“I know! Fuck me dead, right!” Dia cengar-cengir. “Come sit your buttock! We have some ing to discuss!”



To be continued ....


<<< Part 28  |  The Flying Paradise  |  Part 30 >>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nude 33

  ssendrawkwA emitefiL .33     Pada suatu pagi lima tahun lalu, Miza bangun lebih pagi dari biasanya meski semalaman tak bisa tidur. D...