21 The Reason
Andre
“Kalau Mas merasa enggak nyaman menceritakan hal-hal pribadi, enggak
apa-apa, kok. Tapi saya butuh bantuannya untuk mengurai motif setiap orang.
Jadi, dimohon kejujurannya.”
“Oke,” jawab Andre, duduk dengan bahu condong ke depan, seolah-olah
ingin menyembunyikan dirinya sendiri. Sesekali, Andre menggaruk
selangkangannya, tetapi kemudian membungkuk lagi.
Jordan paham betul ada sesuatu yang salah dengan Andre. Dalam artian,
sesuatu membebaninya dengan sangat berat. Entah sebuah rahasia, entah trauma,
entah tekanan dari pekerjaan. Karena Aquarius, meski tergolong fixed sign—yang biasanya sangat
defensif—enggak menyukai interaksi awkward
sebuah obrolan antar individu. Aquarius menghuni rumah ke-11, rumahnya sosial.
Mereka humanis, senang menolong, selalu berharap yang terbaik atas peradaban
masyarakat dan manusia.
Kalau Aquarius di depan Jordan ini tampak depresi, kemungkinan besar ada
beban di belakangnya yang membuat Andre tampil lebih seperti Scorpio yang
kelelahan.
Omong-omong soal Scorpio, “Apa pendapat Mas soal Mas Laurence?”
Andre hanya melirik Jordan sejenak, kemudian menunduk lagi. “Baik.
Orangnya baik.”
“Oh, saya tahu orangnya baik. Saya pengin tahu pendapat Mas Andre soal
Mas Laurence.”
Andre diam sejenak untuk mencari kata-kata. “Orangnya … pintar.”
“Kalau Mas mau bilang ganteng juga enggak apa-apa, kok Mas. Seisi
pesawat demen laki juga. Enggak apa-apa”
Andre terkekeh kecil. Setelah menarik napas panjang, akhirnya Andre
mengaku. “Saya cinta Mas Laurence.”
“Thank you for sharing,” catat
Jordan ke laptopnya. “Saya mau tahu soal Mas Laurence, nih. Kira-kira … apa,
sih yang dilakukan Mas Laurence di foto yang rahasia itu? Yang dia ketemuan ama
orang di tempat tersembunyi gitu.”
“Enggak tahu,” jawab Andre sambil menggosok lehernya tiba-tiba.
“Kira-kira itu berkaitan dengan … apa, ya … narkoba?” Itu hanya tebakan
Jordan saja, tak ada dasar yang jelas mengapa Jordan memancing soal itu. Karena
setelah narkoba, Jordan ingin memancing apakah itu penggelapan uang? Pembunuh
bayaran? Segala jenis spionase?
Namun jawabannya didapat oleh Jordan segera. Ketika Andre tiba-tiba
menjawab, “Enggak tahu,” masih sambil memegang lehernya.
Menutupi bagian tubuh yang tak berdaya (misalnya leher, karena kalau
leher dicekik orang bisa mati) adalah salah satu tanda berbohong. Untuk menutupi
sebuah kebohongan, seseorang cenderung melindungi bagian-bagian tubuh yang vital,
misalnya leher, mata, perut, dada, dan lain sebagainya.
“Oke, kalau gitu. Saya cuma mau nanya itu aja.” Jordan menatap
coretannya di kertas. “Kalau soal Mas Randian?”
Rahang Andre mengeras tiba-tiba.
“Saya mencium adanya ketegangan antara kalian. Hanya kalau Mas Andre
merasa nyaman untuk cerita aja, sih. Sebenernya ada apa antara—”
“Dia merkosa saya,” jawab Andre tegas, tanpa pikir panjang, dan
terdengar sangat jujur.
Jordan tak akan membantah. Karena foto-foto itu menunjukkan Andre tak
nyaman ketika Randian bersetubuh dengannya. Kelihatan jelas. Dugaannya benar
berarti.
“Boleh saya tahu kronologinya gimana? Kalau Mas Andre enggak keberatan
cerita. Kalau keberatan, sih—”
“Dia selalu mengancam saya,” penggal Andre.
Lalu, selama lima menit kemudian, Andre menceritakan semuanya dengan
lengkap. Tipikal Aquarius yang kalau memercayai seseorang untuk diberikan
informasi, akan memberikan segala informasi bahkan yang tidak dibutuhkan sekali
pun. Jordan duduk diam di depan laptopnya, mencatat hal-hal penting selama
Andre mencerocos tanpa henti. Dari A sampai Z, diungkapkan semua.
“Perlu saya jadikan ini off the
record, atau saya bisa ungkap ini di depan umum—kayak misalnya, untuk menjebloskan
Mas Randian ke penjara?” tanya Jordan, setelah Andre selesai bicara.
“Saya enggak peduli.”
“Oke. Kalau Pak Pamungkas?”
“Dia sejenis anjing,” jawab Andre sambil mengembangkan senyum sebelah.
“Anjing aja lebih terhormat daripada dia. Bahkan mungkin anjing-anjing pun
enggak sudi disamain sama bangsat itu.”
Oke. Ini vulgar, sih. Dalam artian, lebih dendam dibandingkan Laurence
kepada Pamungkas. Jordan sampai tak berani menanyakan lebih lanjut soal Pamungkas.
Jadi, Jordan mulai menanyakan orang berikutnya.
“Oke, kita lanjut aja, ya. Soal Kapten Mike gimana?”
Andre mengangkat bahu. “Pilot,” jawabnya.
“Apa Mas Laurence sama Kapten Mike punya hubungan?”
Andre mendongak dan mengerutkan alisnya. “Kenapa Mas berpikir begitu?”
“Enggak apa-apa. Nanya aja. Sebab dari kesimpulan saya ngobrol sama Mas
Laurence, kayaknya dia cinta sama Kapten. Apa benar begitu?”
Andre membeku di tempatnya. Selama beberapa detik hanya diam saja
menatap mata Jordan, berharap Jordan berkata, “Surprised! Itu cuma prank!”
Namun Jordan malah menatap mata Andre balik. Lalu mata itu mulai berair.
Dengan salah tingkah Andre mengucek matanya. “Maaf. Mata saya kemasukan
debu.”
Kemasukan debu di sebuah kabin yang udaranya teratur begini? Nice. Jordan menyimpulkan bahwa Andre
tidak tahu-menahu soal perasaan Laurence ke Mike. Padahal, menurut wawancaranya
bersama Laurence, Mike lebih menjadi prioritas Laurence dibandingkan Andre.
“Oke, kalau gitu kita lanjut ke pertanyaan lain soal Kapten. Kira-kira,
ada enggak hal lain tentang Kapten yang ditutup-tutupi?”
Jordan melihat Andre sedang mempertimbangkan untuk jujur atau melindungi
sang pilot. Namun dengan lugas Andre menjawab, “Dia pernah melakukan
kesalahan.”
“Kesalahan?”
Andre mengangguk. “Sebuah Embraer Phenom 300 mendarat darurat di Maluku,
sekitaran Halmahera. Politikus penting dan pembunuh bayaran ada di dalamnya.
Satu pilot gugur, Joey. Pesawat jatuh karena usaha pembunuhan. Pesawatnya written off, enggak digunakan lagi. Tapi
yang dilaporkan ke media, bahkan ke Embraer, pesawat dipreteli untuk suku
cadang. Kapten Mike menjadi pilot penerbangan rahasia itu.”
“Kenapa dirahasiakan?”
“Karena kalau KNKT menyelidiki, akan terbongkar siapa saja pihak-pihak
yang mencoba menjatuhkan politikus Indonesia yang enggak sevisi-misi.” Lalu,
air mata itu tiba-tiba mengalir dari sudut mata Andre. Tidak ada suara
bergetar, tidak ada bahu berguncang, tidak ada isakan. Ada sebuah dorongan dari
dalam tubuh Andre yang membuatnya merembeskan air mata ke atas pipi.
Jordan mengulurkan tisu. “Kalau enggak bisa lanjutin cerita karena
sifatnya confidential, saya enggak
keberatan.”
“Kapten Mike dipaksa untuk melakukan kesalahan dalam penerbangan. Atas
desakan dan ancaman. Kecelakaan itu sudah direncanakan, bahkan kerahasiaannya
sudah disusun.”
Jordan menutup mulutnya karena terkejut.
“Setelah itu Kapten dipindahkan untuk menerbangi narrow dan widebodies
seperti 737, 747, dan yang terbaru ini, 777. Karena kejadian itu traumatis,
Kapten tak boleh menerbangi lagi light
aircraft. Itu juga alasan mengapa dia menjadi pilot utama di sini.” Air
mata masih saja mengalir.
Jordan mengulurkan lagi tisunya.
“Itu juga alasan Kapten minum-minuman untuk menghilangkan tekanan.”
Sekarang, Andre mulai terguncang. Andre terisak-isak kecil.
Jordan tak tega untuk memaksanya melanjutkan. “Oke. Makasih udah share ceritanya, Mas.”
“Dan saya …,” Andre tetap melanjutkan. “Saya yang mengatur jatuhnya
pesawat itu secara teknis. Atas ancaman dan desakan yang sama.”
* * *
Randian
“Pertanyaan saya cuma satu, Mas,” ujar Jordan jujur, setelah mendata tentang
Randian dan menjelaskan bahwa dirinya lulusan psikologi yang menonton Lie To Me. “Soal Andre.”
“Saya cinta dia,” jawab Randian tanpa banyak berpikir. Bahkan sebelum
Jordan mengajukan pertanyaan apa pun. “Apa pun yang saya lakukan ke dia,
sebenarnya karena saya sayang sama dia.”
“Alasannya?”
“Cinta ada alasan, ya Mas?” Randian mengerutkan alisnya. “Cinta saya
enggak perlu alasan. Hati saya yang memilih untuk cinta sama dia. Ngabisin
hidup saya bareng dia.”
Jordan menarik napas panjang. Apalagi setelah tahu Randian seorang
Virgo, maka Jordan harus berhati-hati dalam berargumentasi. Satu-satunya zodiak
yang harus orang-orang hindari untuk ajak debat adalah Virgo. They will always know who to turn the tables down. Begitu datamu lemah,
Virgo akan menyerang. Kalau dalam sebuah perang sebuah unit militer membawa
senjata masing-masing, Virgo akan menggunakan senjata sang musuh untuk melawan
si musuh.
“Apa itu alasannya Mas Randian memaksa Andre untuk bercinta sama Mas?”
“Memaksa?” ulang Randian. “Kata siapa memaksa?”
“Andre bilang sih dia merasa diperkosa oleh Mas.”
Randian terkekeh kecil. “Wow. Lulusan psikologi tapi ngambil kesimpulan
dari satu sudut pandang aja? What a fair
judgement! Apa jaminannya dia enggak berbohong sama Mas? Mas ada di lokasi
ketika kejadian berlangsung? Mas melihat langsung apa yang sebenarnya terjadi?”
Oh tidak, Randian menggunakan kekuatan super Virgonya. Jordan harus
berhati-hati. Meski Pisces dan Virgo adalah polar
opposite, di mana kedua zodiak ini bisa bekerja sama dengan sangat baik,
tetapi bisa juga menjadi musuh yang terberat—karena masing-masing punya
kualitas sama yang saling berkompetisi. Virgo menggunakan logika, Pisces
menggunakan emosi.
Data Jordan harus betulan kuat. Dan yang Randian bilang benar. Kesaksian
Andre belum cukup kuat.
“Saya cuma bacain kesaksian Mas Andre aja,” ujar Jordan, sebisa mungkin
berusaha ‘logis’ meski itu sulit. Khususnya ketika kekuatan super Pisces adalah
‘fantasi’, yang artinya kebalikan dari logis. “Kalau memang salah, ini
kesempatan Mas Randian buat meyakinkan saya bahwa kesaksian Mas Andre salah.”
Salah satu keuntungan dari Virgo adalah: mereka zodiak paling jujur.
Namun, mereka punya senjata lain: secukupnya. Kejujuran mereka secukupnya.
Sejenis yang, “Jujur, sih, tapi kalau ada detail yang enggak ditanyain, saya
enggak akan jawab detail itu.” Yang membuat Jordan harus menanyakan pertanyaan selengkap-lengkapnya.
“Apa yang mau ditanyakan?” tantang Randian, dia menggaruk
selangkangannya sejenak.
“Mas udah minta konsen Andre belum sebelum bercinta sma dia?”
Randian mengerutkan alis. “Mas minta konsen dulu sama orang yang Mas mau
ajak ngewe? ‘Eh, aku minta konsen
kamu, dong buat ngewe.’ Kayak gitu?”
“Ya, enggak harus dengan kata-kata ‘konsen’.”
“Contohnya yang bukan kata-kata konsen?”
Shit. Belum tiga
menit, Jordan sudah merasa tidak nyaman berdebat dengan Randian. Jordan mencoba
memikirkan pertanyaan yang tepat seraya menggaruk selangkangannya yang mendadak
terasa gatal. Seolah-olah ada bentol di sekitar pangkal penisnya. Setelah
merapikan celana dalam, Jordan menghirup napas dan bertanya lagi, “Kayak
misalnya …, apakah Mas Andre bilang, ‘Enggak,’ atau nolak atau apa gitu?”
“Saya sih enggak dengar dia bilang enggak. Jadi, saya lanjut aja. Masih
salah?”
“Mungkin enggak kedengaran?” cetus Jordan. Dari kisah yang diceritakan
Andre sih seolah-olah seluruh hubungan seksual mereka ditolak Andre semua, tak
sekali pun Andre memberikan konsen. Alasan Andre selalu sama: ancaman, karena badan Randian lebih
besar, Randian sering berbuat baik jadi enggak enak, merasa terintimidasi, dan
lain-lain.
“Kenapa enggak bilang lebih keras? Dia udah dewasa, kan? Kalau dia aja
bisa curhat sama Mas soal dia diperkosa sama saya, kenapa dia enggak kasih tahu
saya bahwa dia enggak mau ama saya?” Randian membungkuk dan tersenyum. “Hari
ini, saya nyamperin dia dan ngajak ngobrol. Lalu, dia bilang enggak. Dan yang
saya lakukan adalah menyingkir, enggak maksa dia. Silakan tanya dia. Atau
barangkali pacar Mas punya rekaman video saya ngobrol sama Andre di kabin
penumpang. Kalau seseorang enggak mau, ya enggak mau, Mas. Ngapain dipaksa?”
“Saya cuma merespons kesaksian aja kok, Mas. Hehe.” Jordan mengetik lagi
di laptopnya. Mengetik ngasal karena grogi menghadapi si Virgo.
“Udah lihat fotonya, kan?” tanya Randian. “Ada ya yang merkosa jadi top?”
Dalam foto sebaran pembajak itu, memang Randian menjadi bottom-nya. Secara logika, seharusnya,
pemerkosa di posisi top (dominan),
bukan di posisi bottom (submisif).
Misal Randian memerkosa dan Andre menolak, seharusnya Andre tak mengalami
ereksi. Jordan tak pernah mendengar apakah seorang laki-laki masih bisa ereksi
dalam tekanan seperti pemerkosaan. Namun foto itu jelas, Andre sedang
menggenjot Randian.
Ya ampun, Jordan sudah mulai terpengaruh manipulasi Virgo.
“Kalau gitu, ceritain deh hal-hal baik dari Andre,” pinta Jordan,
berusaha keluar dari topik yang tak akan pernah selesai itu.
“Jawaban saya pasti bias, dong. Kan, saya cinta Andre.”
“Maksudnya?”
“Saya bisa jawab pertanyaan, Mas. Tapi itu belum tentu benar nyatanya,
karena saya melihatnya sambil saya mencintainya. Saya enggak bisa objektif.”
Benar juga. “Ya … gapapa.”
“Oke.” Randian menarik napas. “Dia orang baik. Dia pekerja keras,
pintar, selalu ingin tahu banyak hal. Dia juga peduli banyak orang. Kalau ada
orang butuh bantuan, pasti dia bantuin. Apa lagi? Dia tegar. Beban yang dia
tanggung begitu besar, tapi dia tetap ingin menyenangkan banyak orang.”
“Beban apa yang dia tanggung, memangnya?”
“Rahasia perusahaan, misalnya. Dia pernah diminta melakukan hal-hal
kotor dan harus merahasiakannya. Meski dia enggak mau, dia tetap berdedikasi
pada perusahaan.”
Soal kecelakaan itu, batin
Jordan.
“Mas tahu soal Mas Andre yang suka sama Mas Laurence?”
Randian mengerutkan alisnya sejenak. Randian tidak tahu. “Sama junkies itu?”
“Junkies?”
“Iya. Narkoba.”
Jordan sudah dapat kesimpulan itu dari wawancara bersama Andre. Namun
tak menyangka Randian tahu perihal ini. “Dari mana Mas tahu?”
“Dealer kami sama.” Randian
tersenyum sebelah. “Saya dulu pernah pake. Udah lama banget, sekarang udah clean. Terus pas foto Laurence sama
cowok itu muncul di layar, saya tahu itu siapa.”
* * *
Harry
“Kita enggak matiin lampu?” tanya Harry bersemangat. “Kayak di
film-film? Yang ada lampu kuning dari atas gitu. Film-film action. FBI.”
“Ini cuma interogasi biasa.”
“Oh.” Harry tampak kecewa. “Gue perlu pake pengacara dulu enggak?”
Jordan menarik napas panjang. “Enggak perlu. Cuma sebentar aja. Saya
cuma mau nanya pendapat Mas soal orang-orang di pesawat ini. Saya sedang
mencari yang motifnya paling kuat.”
“Oke.” Harry mengangguk sambil menerawang. “Menurut gue, motif
garis-garis horisontal biasanya kuat. Kalau warnanya kontras, kayak misalnya
hitam sama putih, udah gitu setiap garisnya tebal, bisa kelihatan jelas dari
jauh. Gue pernah bawain koleksi motif stripes
dari satu desainer Italia. Badan gue jadi kelihatan lebar.”
Sabar, sabar, sabar, batin
Jordan. Dia mengurut dada sambil melihat lagi apa zodiak Harry.
Shit. Leo.
Jordan mengurut lagi dadanya lebih kuat, sampai-sampai penyakit masuk
anginnya keluar semua.
“Oke, Harry. Karena ini penting, saya butuh semua informasi yang kamu
punya tentang orang-orang yang akan saya sebutkan ini.”
Harry memberikan tanda hormat. “Siap, Detektif!” Senyumnya lebar dan
tampak menawan. Jordan ingin sekali membencinya. Namun di luar fakta Harry
menggoda Kristian dan betapa menyebalkan kepribadiannya, sebenarnya Harry
benar-benar harmless. Ganteng pula.
Dan badannya bagus. Dengan tinggi badan sampai kejeduk pintu, lalu mata agak
kebiruan dan senyum malaikat itu, enggak terbayang apa yang ada di balik
celananya.
Somehow, Jordan bisa memahami alasan Kristian menyukai Harry—misal
memang ada apa-apa di antara mereka. Kalau Harry ternyata pembajak pesawat ini,
maka kiamat sudah dekat. Saking logikanya enggak bisa diterima akal.
“Oke, Kapten Mike,” mulai Jordan.
“Ganteng dan berwibawa.” Harry tersenyum lebar. “Orangnya hot, seksi, kalau udah pake baju renang
gue suka horny sendiri. Pernah pas
gue main ke rumahnya yang gede di PIK, yang rumah-rumah mewah tapi sering kena
rob, gue lihat dia berenang cuma pake kancut doang. Anjir, gue langsung
ngaceng, lah. Kalau bukan karena ada anak mereka di situ, gue udah ngangkang.
Sumpah. Lo harus lihat dia bugil.”
“Enggak, usah. Makasih.” Jordan rada-rada munafik, tapi dia enggak mau
pembicaraan melenceng. Meskipun Jordan pengin banget dapat keterangan lebih
lanjut. Foto Mike berseragam pilot, tanpa celana, sedang menggenjot Randian
saja membuat Jordan panas-dingin. “Laurence?”
“Ganteng dan seksi.” Harry mengangkat kedua alisnya. “Gue kadang
berharap bisa gituan ama Kapten Laurence. Fuck.
Seksi banget enggak, sih? Mana dia tinggi juga, nyaris nyamain gue. Menurut gue
sih, ada aura misterius yang menggoda dari Kapten Laurence. Gue sering berusaha
kayak gitu juga sama cowok-cowok, tapi enggak bisa. Pernah waktu gue fashion show di Paris ….”
… lima menit kemudian …
“… ya gue enggak tahu. Gue kirain berhasil. Fuck me dead, lah! Cuma Laurence aja yang jago punya tatapan mata intriguing kayak begitu.”
Yep. Selama lima menit yang hilang itu, Harry membicarakan dirinya sendiri.
Bukan Laurence. Benar-benar representasi terbaik dari Leo. Dan itu berulang pada
saat membicarakan orang lain.
“Maulana?”
“Pramugara itu? Hm. Ganteng dan manis. Otot lengannya kekar. Gue juga
awal-awal nge-gym fokus di gedein
bisep sama trisep. Sama kayak dialah gedenya. Udah gitu gue mulai fokus ngebentuk
dada, terus perut, terus paha. Jadi pertama kali gue fashion show di Milan ….”
Tige menit kemudian.
“Oke, oke, oke. Gimana dengan Pamungkas? Tiga kata aja!” penggal Jordan,
karena Harry mulai membicarakan gelato Italia favoritnya—yang sama sekali enggak
ada hubungannya dengan pertanyaan Jordan.
“Daddy?” Harry tersenyum cerah. “Daddy itu ganteng, baik, dan seneng
banget gue hukum biar horny. Jadi,
ya, kalau kami begituan, Daddy harus gue hukum. Dan gue seneng ngejailin daddy-daddy. Gue suruh lari, gue suruh push up, gue spank, eh dia malah horny. Gue sempat pengin coba buat dihukum
juga. Tapi kayaknya kalau gue sih enggak bisa. Menurut gue, ya … seks itu
harusnya ….”
Enam menit kemudian.
“… jadi kalau sambil nonton Teletubbies, suaranya enggak akan kedengeran.
Yang musik awal itu, lho. Tinky Winky! Dipsy! Lala! Itu, kan intronya, yah. Oh,
iya …. Menurut elo, fetish yang
memalukan tuh yang kayak gimana, sih?”
Jordan terantuk meja karena mengantuk mendengarkan Harry berbicara. Dia
tak bisa mengingat-ingat mengapa bahasan menjadi nyambung ke Teletubbies. Lalu,
Fetish. Setelah bermenit-menit bicara, tak ada satu pun catatan signifikan yang
bisa Jordan catat.
Jordan ingin sekali bertanya soal Kristian, tetapi dia tahu jawaban
Harry akan tentang dirinya lagi. Jadi, jangan berharap Harry akan mengakui
semua affair-nya bersama Kristian,
karena semua harus tentang dirinya. Kristian hanyalah tempelan dalam hidup
Harry.
“Oke, pertanyaan terakhir,” sela Jordan, sebelum Harry membahas sejarah
Teletubbies. “Andre.”
Harry mengangkat bahu. “Teknisi?” Dia berpikir lagi. “Ganteng?”
Wow. Ini baru, sih. “Kamu enggak tahu soal Andre?”
“Dia imut, sih. Kayak cowok Thailand. Atau Filipina. Pasti dia botty.
Tapi kenapa dia nge-fuck Randian ya
di foto?”
“Kenapa kamu enggak tahu banyak soal Andre? Jarang ketemu?”
Harry mengangguk. “Kenapa emang? Dia pembajaknya?!” Harry memegang pipi
dengan terkejut. “Bener, kan?”
“Bener apanya?”
“Semua teknisi pesawat adalah pembajak!” Harry masih memegang pipinya.
“Makanya gue enggak suka terbang pake pesawat.”
Terus terbang pake apa dong, Bambang?! Jordan sampai menggeram.
“Kenapa kamu pikir teknisi pesawat itu pembajak?”
“Waktu mantan gue almarhum, katanya gara-gara teknisi salah maintenance.”
“Siapa mantan kamu?”
“Joey. Pilot maskapai ini juga.” Harry menurunkan pipinya. “Lalu setelah
itu, gue ketemu sama Daddy. Gue seneng banget pas Daddy tiba-tiba nyamperin
gue, dan bilang ….”
* * *
Kristian
Ini wawancara tersingkat, karena Kristian memutuskan untuk berkata jujur
kepada Jordan. Meski Capricorn manipulatif, dalam situasi semacam ini, Kristian
ingin kembali ke pelukan Jordan.
“Ya, aku melakukan kesalahan,” ujarnya sambil menghela napas. “Aku
pernah begituan sama Harry.”
Jordan ingin sekali marah. “Oke.” Namun Jordan pun enggak suci. Di
pesawat ini, dia sudah menggagahi Maulana. Itu pun memalukan. “Tapi kamu masih
mencintai aku?”
“Aku enggak pernah berhenti cinta kamu.”
“Lalu kenapa kamu melakukan itu sama Harry?”
Jeda sejenak, Kristian mengembuskan napas panjang. Dia menggaruk
selangkangannya, lalu menjawab, “Entah. Mungkin karena aku orang yang serakah?
Kalau aku belum puas, aku cari tempat yang lain.”
“Jadi aku enggak memuaskan?”
“Maksudku bukan begitu.” Kristian menimang-nimang lagi perkataannya.
“Mungkin kamu lagi capek atau apa, jadi mungkin kamu enggak bisa muasin aku.
Aku enggak nyalahin kamu, Sayang. Ini semua salahku.”
“Kenapa kamu enggak bilang sama aku kalau memang aku enggak muasin
kamu?”
“Karena aku enggak mau kamu sakit hati.”
“Jadi ini semua salah aku?” seru Jordan dramatis. “Intinya semua
gara-gara aku, kan?”
Sepuluh menit kemudian mereka berkutat saling menyalahkan yang lain.
Benar-benar melelahkan. Apalagi kekuatan super Capricorn adalah manipulasi
untuk kepentingan bersama. Jordan berhasil ditaklukkan dengan dibuat berpikir
Jordanlah yang salah. Maka dari itu Jordan menghentikan perakapan mereka. “Oke,
kita bahas ini nanti lagi aja. Aku cuma pengin ngumpulin motif setiap orang
supaya aku bisa menganalisa siapa mata-mata di sini. Bisa kamu jujur sama aku?”
“Sedari tadi aku jujur ngakuin soal aku sama Harry. Kamu masih enggak
percaya sama aku?”
“Iya, aku percaya. Aku cuma pengin tahu kesalahan terjahat kamu apa?”
Kristian mengangkat bahu. “Non-consensual
photography? Kayak yang aku lakuin di pesawat ini, merekam tanpa izin—tapi
bukan yang dikirim sama pembajak itu, ya. Hasil rekamanku beda!”
Jordan tak peduli. “Lalu, kalau kamu harus jadi pembajaknya, apa motif
kamu melakukan pembajakan di sini?
Kristian memutar matanya ke kiri. “Karena Yavadvipa Jet sering pake
hasil karyaku tanpa izin.”
* * *
Jordan tak percaya penggunaan foto tanpa izin bisa membuat seseorang
membajak pesawat 395 juta dolar. Namun dia harus menulis motif Kristian juga,
supaya tidak dianggap timpang.
Setelah melakukan wawancara melelahkan, Jordan mengumpulkan semua
kesimpulannya dalam tabel. Dia bekerja hingga pesawat keluar wilayah udara
Filipina, bersiap masuk wilayah udara Indonesia. Mike mengumumkan di interkom,
“Dear passengers, we’re changing military assistance now. Thank you very much
Papa Alpha Foxtrot, Hukbong Himpapawid ng Pilipinas for the service. Maraming
salamat po. Welcoming Tango November India Alpha Uniform, Angkatan Udara Indonesia. Terima kasih atas bantuannya.”
Jordan menoleh ke luar jendela. Angkatan Udara Filipina berbelok dan
memutar. Beberapa saat kemudian satu pesawat TNI AU Indonesia muncul di sebelah
sayap The Flying Paradise, ikut menemani perjalanan.
Pendampingan ini sudah dilakukan sejak pesawat berada di atas wilayah
udara Jepang, ketika Mike akhirnya mengumumkan tentang pembajakan. Setiap
berganti ke Angkatan Udara baru, misalnya Taiwan dan Filipina, Mike selalu
melaporkannya ke kabin penumpang.
Karena sudah lebih dari 12 jam Jordan tidak beristirahat, dia memutuskan
pergi ke kamar tidur untuk berbaring sebentar. Mungkin 30 menit. Semua orang,
kecuali Randian dan Kristian yang kembali diborgol di ruang meeting kecil, berada di common room dan sama-sama kelelahan. Maulana
tampak bergegas dari common room
menuju lobi depan, entah mau ke mana. Harry tertidur di atas sofa dengan ponsel
menimpa wajahnya. Satu kaki Harry mendarat di paha Pamungkas, dan sang daddy mengusap-usapnya dengan manja.
Namun Jordan tak bisa tidur. Dia hanya berguling-guling, menutup mata,
tanpa terlelap sama sekali. Sesekali menggaruk kemaluannya karena gatal, tetapi
yakin sekali bukan itu penyebabnya tak bisa tidur.
Perasaannya mendadak tak enak.
Benar saja, layar TV tiba-tiba berubah. Dari yang asalnya peta
perjalanan pesawat, kini menampilkan salah satu headline news sebuah stasiun TV swasta.
“Anda menyaksikan headline
news, bersama saya Rory Asyari. Pemirsa, baru-baru
ini kami mendapat perkembangan lanjutan dari insiden pembajakan The Flying
Paradise, dengan unit Boeing BBJ 777-VIP maskapai Yavadvipa Jet nomor penerbangan
DV999, yang melaporkan adanya ancaman bom di atas perairan Jepang. Sebuah pesan
elektronik dikirimkan kepada beberapa media yang berisikan motif dan rahasia
besar setiap kru dan penumpang di dalam pesawat. Berikut daftar motif ….”
Wajah Jordan pucat seketika.
Dari luar, suara pecahan kaca terdengar jelas. PRANG!
Tangan Jordan bergetar hebat. Jordan tak bisa bergerak. Bahunya
berguncang, tetapi seluruh otot Jordan terasa kaku. Sambil merasakan tubuh yang
sangat berat, Jordan keluar dari kamar dan menemukan semua orang sedang
menatapnya dengan marah ke arah Jordan.
Seseorang mengirimkan catatan Jordan ke media. Namun semua orang di
pesawat menuduh Jordan melakukannya.
Randian dan Kristian dibebaskan dari borgol.
Kini Jordan diborgol di common room, bukan di ruang meeting kecil, agar semua orang dapat menghujatnya secara langsung. Bisa meludahinya dan menamparnya.
To be continued ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar