Selasa, 30 Maret 2021

The Flying Paradise 06

006 The Architect

 


Nama laki-laki itu Randian. Sebagai Virgo, dia tak bisa memercayai kata-kata Pamungkas begitu saja. Kemampuan naturalnya untuk mengobservasi dan berpikir kritis, membuat otaknya tak pernah berhenti bekerja. Setiap hal selalu bisa diteliti oleh Randian. Bagaimana bisa terjadi? Mengapa terjadi? Apa motivasinya? Apa tujuannya? Dan serentetan pertanyaan lain yang seringkali tak pernah ketemu jawabannya.

Kematian Mora bukanlah hal yang bisa dilabeli ‘biasa saja’ bagi Randian. Sebelum dia tahu alasan kematian Mora, semua orang masih berisiko mengalami hal yang sama. Yang berarti status penerbangan ini darurat, bukan siaga semata.

Namun Randian paham dia tak bisa berbuat banyak. Dia bukan kru terbang. Dia hanya pendesain kabin pesawat mewah ini. Dia hanya hafal setiap ruangan di dalam transportasi ini, tetapi dia tak punya kuasa untuk menentukan status penerbangan atau melakukan penyelidikan.

Bukan berarti Randian akan diam saja. Untuk sementara, Randian akan mengikuti saran kru. Hanya saja, Randian sudah siap dengan berbagai alternatif aksi jika memang dibutuhkan.

Pamungkas kembali lagi ke kokpit entah untuk alasan apa. Randian mulai curiga, tetapi dia memilih kembali ke conference room dan mengambil sebotol sampanye yang disepakati bersama aman diminum. Dia duduk di samping Jordan yang kini mulai membuka laptop dan menulis sesuatu.

“Nulis apa, Mas?” tanya Randian penasaran.

Jordan menggeleng. “Nyatat aja.”

“Soal kejadian ini?”

Jordan celingukan kanan-kiri untuk memastikan tak ada yang mendengar. “Jujur aja, iya. Untuk catatan pribadi saya aja sebenarnya.”

“Untuk dijadikan novel?” tebak Randian.

Jordan terkekeh. “Kalau bisa, sih kenapa enggak?”

“Bikin novel aja, Mas. Novel misteri. Pembunuhan di Pesawat Paling Mewah Sedunia.”

“Mas yakin ini pembunuhan?”

“Ya …, kalau Mora bukan dibunuh sama manusia, ya dia dibunuh sama malaikat pencabut nyawa.” Randian terkekeh bercanda. “Menurut saya sih masih banyak yang mencurigakan.”

Jordan celingukan lagi ke arah galley, memastikan tak ada yang mendengar percakapannya. Kristian tampak sedang berbincang dengan Harry soal pemotretan mereka di master bedroom. Andre sibuk berbicara dengan Maulana tentang sesuatu. “Saya juga curiga,” kata Jordan.

“Curiga kenapa?”

“Kayaknya Pak Pamungkas itu nyembunyiin sesuatu.” Randian tersenyum lebar. “Sebelum kejadian Mora ini, saya udah curiga sama dia. Ada banyak hal yang dia sembunyiin dari saya.”

“Contohnya?”

“Ya saya enggak tahu apa yang dia sembunyiin. Tapi saya sering dapat penolakan kalau saya mau melakukan pengecekan instalasi kabin. Saya cuma bisa datang pada jadwal-jadwal tertentu. I mean, come on … saya yang desain ini, tapi saya enggak bisa datang setiap waktu pas instalasi? Off the record, ya,” tambah Randian, memastikan Jordan tidak menulis semua.

Jordan lalu menceritakan apa yang dia dengar dari Pamungkas dan Maulana di galley. Randian mendengarkan dengan baik seraya menyusun analisa di dalam kepalanya. Meski sebenarnya perhatian Randian teralihkan oleh pesona Jordan.

Randian suka wajah-wajah brondong muda seperti Jordan. Atau Maulana. Atau Andre. Atau Harry. Atau Mora, bahkan. Dia gay discreet dengan peran seksual bottom. Agak sulit baginya mencari berondong ganteng top yang mau menggaulinya. Nyaris semua berondong yang mendekati Randian selalu duluan nungging di atas tempat tidur sebelum Randian melakukan apa-apa.

Jordan ini bisa jadi top enggak, ya? pikir Randian dalam hati.

Sejak menunggu di bandara tadi, laki-laki berumur 33 tahun ini tahu penerbangan akan dilewati penuh kesan. Ada lima kamar tidur yang bisa dipakai untuk bersenang-senang. Penumpang juga sedikitan, jadi bisa lah melipir sebentar ketika semua orang tidur, lalu nungging dan digenjot kemaluan seseorang. Kalau bisa sama Jordan sih asyik banget, batin Randian.

Enggak ada Jordan pun, masih ada satu pilot yang selama ini menjalin hubungan teman tapi mesra dengan Randian. Pilotnya ada dalam penerbangan ini. Dia top. Dan dia mengunci kemaluan Randian dalam chastity gara-gara Randian enggak mau nungging semalam. Randian kena hukuman. Antara dia harus memaksa pilot itu menggaulinya, atau Randian semakin tersiksa dalam gelora seksual.

Gimana kalau pilotnya masih enggak mau juga? Masih ada satu orang lagi. Randian enggak akan kehabisan stok.

Apa pun itu, intinya penerbangan ini akan ‘menegangkan’.

Dia tak menyangka tegang yang didapat justru tegang dalam arti lain.

Kasus kematian Mora memaksa Randian menepiskan pikiran-pikiran kotor untuk sesaat. Sampai penyebab kematian Mora diketahui, Randian tak bisa melakukan apa-apa.

“Anggap aja Mora dibunuh,” bisik Jordan, mencondongkan tubuh ke arah Randian, agar tak perlu bicara keras-keras. “Kira-kira apa motifnya?”

Randian mengangkat bahu. “Saya jarang ketemu dia. Pernah ketemu sekali dua kali, tapi enggak pernah ngobrol. Selama dua bulan terakhir, lah. Pas masih inisiasi awal desain kabin.”

“Saya malah belum pernah ngobrol ama dia,” balas Jordan. “Yang namanya Andre itu atasan dia langsung, bukan?”

Randian, diam-diam, menelan ludah. Nama itu agak-agak sensitif untuk dibahas dalam topik apa pun. Setidaknya bagi Randian. “Enggak tahu,” jawab Randian mengangkat bahu.

Pada saat bersamaan, Andre terlihat duduk di atas sofa seberang ruangan. Dia sudah berhenti berbincang bersama Maulana di galley. Andre masih tampak terguncang. Matanya kosong menatap karpet di hadapannya. Jordan mengangkat tangan, “Mas Andre?”

Andre mendongak.




“Ke sini, dong!” pinta Jordan. Bahkan, Jordan berdiri menyambut Andre ketika teknisi senior itu menghampiri. Jordan memeluk Andre dengan erat sambil mengatakan belasungkawa selama beberapa menit.

Andre mengangguk berterima kasih.

“Duduk sini aja,” setelahnya. Jordan menepuk sofa di sampingnya, menghadap tepat ke arah Randian.

Andre menatap Randian sejenak. Randian membalas juga. Keduanya bertatapan tajam. Kemudian, Andre duduk dan mengambil napas panjang.

“Mora pasti orang yang baik,” ujar Jordan, menyemangati. “Apa pun yang terjadi, dia akan ditempatkan di tempat yang baik sama Tuhan, Mas.”

“Makasih, Mas,” balas Andre pelan. “Anaknya memang baik, kok. Kerjanya juga bagus. Mungkin itu alasannya perusahaan ngajak dia ikut di ferry flight ini.”

“Pastinya, lah. Pasti dia enggak ada masalah sama siapa-siapa di penerbangan ini.”

Randian tak tahu mengapa Jordan mendesaknya dengan pernyataan seperti itu. Namun Randian yakin Jordan punya motif tertentu. Cowok dengan muka unyu ini tampaknya menyukai drama. Kalau bisa menggali lebih banyak drama, maka dia akan lebih puas. Sebagai sosok yang menyukai sebuah cerita detail, Randian hanya bisa mematung dan mendukung diam-diam.

“Mana ada masalah dia,” jawab Andre. “Kecuali hobi makan dia yang mengganggu, orangnya sih nurut apa kata orang. Dia ngerjain semua yang disuruh. Selama di sini pun nggak aneh-aneh. Malah kadang-kadang dia lebih teliti dari saya. Misal saya kelupaan ngecek satu hal di daftar ceklis, dia sering ngingetin saya. Makanya saya merasa kehilangan banget.”

Terlalu banyak informasi, batin Randian. Ciri-ciri Aquarius. Segala data disampaikan ke orang, enggak peduli orangnya butuh atau enggak.

Randian tahu tentang Andre, karena perjalanan hidupnya pernah bersinggungan dengan teknisi itu pada masa lalu. Selain Randian tahu zodiak Andre, Randian tahu apa yang ada di balik seragam teknisi itu.

“Semoga apa yang terjadi sama dia bukan karena ulah seseorang,” ujar Jordan. “Karena, saya juga yakin dia orangnya baik, Mas.”

“Mora sih pasti baik, Mas. Tapi kita enggak pernah tahu niat jahat orang-orang di pesawat ini tuh kayak gimana,” balas Andre. Ketika mengatakannya, pandangan mata Andre tertuju tajam kepada Randian. “Di dunia ini selalu ada aja orang yang jahat. Orang yang melakukan segala cara untuk mendapatkan apa yang dia inginkan. Orang yang menganggap remeh orang lain, menginjak-injak harga diri orang lain, bahkan enggak mau mendengarkan apa kata orang. Orang yang dengan mudah menyakiti, enggak peduli gimana perasaan orang yang disakiti. Saya berharap Mora bukan korban orang jahat itu.”

Rahang Randian mengeras ketika Andre mengatakan itu. Kemungkinan besar Jordan curiga menemukan tatapan Andre berbeda ketika berpidato seperti itu. Saat Jordan menoleh ke arah Randian, dengan kilat Randian tersenyum lebar tanpa menunjukkan gigi.

“Amin. Kita berdoa aja semoga orang jahat itu enggak ada di sini,” kata Jordan, mengulas senyum lebar ke arah Andre.

Randian duduk dengan sangat tak nyaman di seberang Andre. Matanya tak berkedip menatap teknisi senior itu. Apalagi ketika Randian tahu, semua kata-kata itu ditujukan kepada dirinya.

Sebelum Randian membuka mulut, tiba-tiba Pamungkas muncul dari lorong galley. “Andre?” panggilnya. Pamungkas mengedikkan kepala, mengajak Andre pergi dari situ.

“Makasih ya, Mas,” ujar Andre sambil bangkit berdiri dan menepuk tangan Jordan dengan ramah. “Semoga kita semua dilindungi dari orang-orang jahat. Saya permisi dulu.”

Andre pun bergegas menghampiri Pamungkas. Keduanya hilang di koridor menuju kokpit.

“Kenapa dia?” bisik Jordan sambil membelalak. “Kok, dia ngomongin soal orang jahat, sih? Apa ada orang jahat di penerbangan ini?”

Randian hanya memasang senyum lebar yang tadi. Dia mengetuk-ngetuk telunjuknya di atas sandaran tangan, kemudian bangkit berdiri. “Saya … saya mau ke toilet dulu. Silakan Mas lanjutkan kalau mau menulis.”

*  *  *

Kristian tak sesuci dugaan semua orang.

Ya, dia tampak seperti pria baik-baik. Bekerja tekun sebagai foto dan videografer. Usahanya dirintis sejak zaman kuliah. Dia sudah punya satu studio dengan belasan karyawan. Namun meski dia memimpin perusahaannya, Kristian tetap terjun langsung dalam beberapa job. Misalnya, pengabadian momen penerbangan feri The Flying Paradise.

Sebagai Capricorn, dia pekerja keras. Setiap tindakannya dilakukan berdasarkan penyusunan strategi yang matang. Dia pandai mencari celah kesempatan, pandai mengubah keadaan menjadi seperti yang diinginkannya. Semua orang di perusahaannya segan kepada Kristian, karena cowok ini selalu tahu apa yang salah. Namun itu enggak menjadikan Kristian menyebalkan. Justru, Kristian sangat ramah, pengertian, dan penolong. Semua orang berkesimpulan bahwa Kristian orang paling baik hati yang pernah ada.

Sayangnya, Kristian sendiri tidak setuju.

Dia hanyalah manusia dengan banyak kekurangan dan kesalahan. Mungkin karena dirinya Capricorn, dia pandai menutupi semua kekurangan itu. Apalagi jika kekurangan atau kesalahannya tidak merugikan orang lain.

Ada satu alasan mengapa Kristian tak mau menganggap dirinya orang baik-baik.

Malah, Kristian sepakat menyebut dirinya sendiri sebagai predator. Namun bukan pedofil, ya. Meski kekasihnya sekarang tujuh tahun lebih muda darinya, Kristian enggak sejahat itu mengincar anak-anak di bawah umur.

Kristian tahu dirinya gay sejak lama. Kristian menikmati ketelanjangan laki-laki sebagai sebuah seni. Salah satu alasan dirinya menjadi foto dan videografer, karena Kristian sejak lama bercita-cita merekam ketelanjangan laki-laki untuk dia nikmati sendiri. Sejak SMA Kristian sudah punya kamera. Baik itu DSLR, GoPro, atau kamera pengintai. Kristian punya hard disk 8 TB yang dia isi dengan pemandangan favoritnya itu.

Laki-laki telanjang.




Dan untuk memenuhi impiannya, Kristian rela merekam atau memotret diam-diam semua laki-laki menarik yang pernah ditemuinya. Entah itu memotret seseorang di kamar mandi sebelah, kawannya yang menginap dan tidur di rumahnya, kekasihnya sendiri, atau meletakkan kamera kecil di ruang ganti laki-laki kolam renang umum. Semua sudah dilakukan dan dikoleksinya.

Satu-satunya justifikasi Kristian adalah dia tak pernah menyebarkannya. Dia tak menjualnya di Twitter seperti kebanyakan orang, dia tak memberikan koleksinya kepada siapa pun. Semua hanya untuk dirinya sendiri. Proses perekaman itu membuat jantungnya bedebar, tetapi Kristian menikmatinya amat sangat. Justru di situlah orgasme seksual yang Kristian rasakan.

Merekam atau memotret orang tanpa konsen adalah kehebatannya.

Tentu saja Kristian tidak bangga dengan kelakuannya yang ini. Pacarnya, Jordan tak tahu soal ini. Dan bagi Kristian, semua orang sama jahatnya, kok. Apa yang dia lakukan, sama jahatnya dengan orang-orang yang mengunduh gambar secara gratis dari Google Image dan mengomersialisasikannya. Sama jahatnya dengan Yavadvipa Jet yang pernah menggunakan gambar-gambarnya di luar perjanjian.

Ya, pekerjaan media ini bukan yang pertama bagi Kristian. Dia sudah pernah bekerja sama dengan Yavadvipa Jet beberapa kali. Dan, seringkali tak berakhir manis. Selalu ada saja image yang digunakan maskapai jet pribadi ini tanpa izin dan sepengetahuan Kristian. Bahkan, maskapai mendapatkan monetary benefit yang royaltinya tidak dibayarkan kepada Kristian.

Namun ketika tawaran ini muncul, mau tak mau Kristian menerimanya. Alasan pertama, Amerika Serikat. Kristian ingin sekali pergi ke negeri Paman Sam sejak lama. Karena Yavadvipa Jet berani membayar seluruh akomodasi dan transportasinya, bakal terasa idiot kalau Kristian menolak. Kedua, kekasihnya juga ikut ke sana. Jadi, Kristian bisa menganggap perjalanan ini sebagai bulan madu tak sengaja. Apalagi mereka akan pulang dengan pesawat yang sangat mewah seperti surga.

Apakah pembayarannya oke? Enggak, sih. Sama saja seperti job-job sebelumnya. Dan mungkin akan ada karyanya yang digunakan Yavadvipa Jet tanpa izin. Namun kalau Kristian bisa mendapatkan semua fasilitas ini … ya sudah, lah.

Sekarang, adakah alasan ketiga?

Sebenarnya, ada. Dan itu Harry.

Pekerjaan Kristian sebagai fotografer membuatnya bertemu dengan banyak figur fashion di Indonesia. Salah satunya Harry, yang sering mengikuti fashion week atau pemotretan bersama majalah. Dalam beberapa kesempatan itu, ada Kristian di sana. Bahkan dalam beberapa pembuatan media bersama Yavadvipa Jet dua tahun terakhir, ada Harry terlibat dalam pemotretan dan perekaman.

Jauh sebelum Kristian menjalin hubungan dengan Jordan, secara kasual dia berhubungan seks dengan Harry. Baginya, cowok itu seperti malaikat. Wajah dan tubuhnya sempurna. Pribadinya juga menyenangkan, segala sesuatu dibawa positif. (Tidak seperti Jordan yang sesekali menjadikan hal-hal remeh sebagai drama melelahkan.)

Ketika Kristian menyimpulkan hubungan seksnya bersama Jordan mulai tidak memuaskan dirinya, Kristian sekali dua kali menemui Harry untuk kepuasaan sesaat. Dan hubungan ini, dirahasiakannya dari sang kekasih.

Klik! Klik!

“Gimana lagi, Bang?” tanya Harry.

Kristian mengarahkan Harry untuk duduk di atas tempat tidur, bergaya sangat perlente dan gentle seperti pria dewasa. Kemudian, Kristian memotret Harry lagi.

“Kalau bugil, kapan?”

“Ck!” Kristian berdecak. “Jangan aneh-aneh, dong. Orang-orang bisa curiga.” Kristian mengarahkan lagi kameranya ke arah Harry, lalu memotret.

Sebenarnya, dia sudah punya cukup banyak data gambar Harry di dalam pesawat. Bahkan, master bedroom yang sekarang ditempatinya adalah kabin terakhir yang perlu dibuat fotonya. Sisa ruang yang lain sudah dilakukan sedari tadi. Ruang kerja, ruang meeting kecil yang ada mayat Mora, conference room, galley, common room, kabin penumpang, toilet, kamar tidur tamu, kamar mandi, semua sudah ada fotonya, baik dengan Harry di dalamnya maupun tidak.

Dan foto di master bedroom ini pun sudah cukup banyak.

“Gerah nih, Bang!” ujar Harry sambil berdiri dan melepas jasnya.

Kristian menelan ludah melihat gestur itu. Kristian paling suka saat laki-laki melepaskan pakaiannya. “Jangan bikin horny, oy,” ujar Kristian, tetapi dia tetap saja mengarahkan kamera ke arah Harry.

Bahkan, Kristian merekamnya. Kristian merekam ketika Harry menggulung lengan kemeja, lalu membuka kancing atasnya satu per satu.

Dan Harry, dengan jail, malah memainkan putingnya. “Abang yakin enggak mau?”

Ck! Jail banget kamu ini!” Tentu saja Kristian mau.

Sambil memastikan pintu tertutup, Kristian pun menghampiri cowok bertubuh jangkung itu, melepas satu kemeja lagi dan menariknya ke pinggir hingga puting susu Harry terekspos. Lalu, Kristian melumatnya.

“Asyik! Abang mau, ya …? Aaahhh …,” desah Harry.

Ceklek!

Seseorang masuk ke dalam ruangan.

Kristian dengan panik melompat ke belakang. Sampai-sampai tubuhnya nyaris terjungkal menabrak sofa. Harry, di lain sisi, merasa biasa saja. Puting susu itu masih tetap terekspos di antara kemeja yang terkuak.

Maulana masuk ke ruangan. Pramugara itu berhenti sejenak melihat kecanggungan di dalam ruangan. Setelahnya, Maulana menunduk, menghampiri meja, dan menyajikan segelas es dan sekaleng Coca-Cola. Minuman soda kalengan itu lolos semua inspeksi minuman karena pasti asli dari pabriknya.

“Tadi gue pesen minuman,” kata Harry kepada Kristian. “Elo mau minum juga, enggak? Semua soda aman, kok.”

Karena Kristian masih syok, pun masih cemas mengantisipasi kemungkinan Maulana melihatnya mengulum puting Harry, dia menggelengkan kepala.

“Ada lagi yang bisa saya bantu, Pak?” tanya Maulana sopan. Tersenyum lebar ke arah Harry dan Kristian.

“Saya enggak,” kata Kristian.

“Gue ada,” kata Harry, bersamaan. “Tapi elonya mau enggak?”

“Boleh. Mau dibawakan sesuatu lagi?”

“Enggak. Gue pengin threesome aja ama elo ama Kristian. Hehe.”

“What the fuck!” Kristian melemparkan bantal sofa terdekat ke arah Harry. Bantal itu mengenai perutnya. Cowok jangkung itu terbahak-bahak.

“Maaf, saya enggak bisa memberikan bantuan seperti—”

“Enggak, kok Mas. Dia bercanda,” ujar Kristian buru-buru. Matanya memelotot ke arah Harry. “Makasih ya, Mas.”

Maulana mengangguk dan pergi meninggalkan keduanya.

Setelah pintu ditutup, Kristian melempar lagi bantal sofa yang tersisa di dekatnya. Harry terbahak ketika bantal itu mengenai dadanya sekarang. Harry menjatuhkan tubuhnya ke atas tempat tidur, menciptakan gelombang empuk di atas permukaannya.

“Hahaha … nyantai aja kali, Bang! Itu mugara pasti homo juga, kok!” sahut Harry.

“Ya tapi enggak gitu juga, woi!” Kristian mendesah, melepaskan kalungan kameranya lalu meletakkan alat protet itu di atas meja. Setelahnya, Kristian menghampiri pintu, menguncinya, dan menghampiri Harry di atas tempat tidur. “Gue punya pacar. Terus pacar gue di sini. Jangan macam-macam.”

“Ya kan itu mugara mana tahu Abang pacaran ama si Jordan. Emang Abang bilang-bilang? Nyantai aja, sih.” Harry dengan menggoda melepaskan kemejanya hingga dirinya bertelanjang dada.

Dengan dada berdebar, Kristian dapat melihat lagi tubuh Harry yang indah. Lekukan otot di lengan Harry, dadanya yang bidang, perut kotak-kotaknya, bahu lebarnya, hamparan kulit terang campuran lokal dan kaukasia … ditambah wajah Harry yang seperti malaikat.

Dalam sekejap, penis Kristian ereksi. Jujur saja dia ingin sekali menjilat tubuh itu.

“Nih, mau enggak? Mumpung pintu udah dikunci,” goda Harry. Dia bangkit dan mengecup Kristian di bibir selama beberapa detik. Kemudian, Harry berbaring di atas tempat tidur sambil meletakkan tangan di belakang kepala, memamerkan rambut ketiaknya yang lurus dan teracung ke atas.

Kristian mencoba menguasai dirinya sendiri. Meski berat, Kristian berkata, “Jangan, lah. Please. Tempatnya enggak tepat.”

“Come on, Mate!” Harry menggerakkan kedua alisnya dengan jail. “Dari tadi kita tegang mulu gara-gara ada yang meninggal. Kalau kita emang bakal mati di penerbangan ini, at least kita have fun, lah Bang. Yuk!”

“Enggak, Harry.” Kristian berdiri lagi, hendak mengambil kameranya.

Harry juga ikutan bangkit. Namun dia pergi ke kamar mandi dan mengambil dua handuk panjang. Masing-masing handuk dia ikat ke dua sisi kepala tempat tidur. Kemudian Harry berbaring telentang, kedua tangannya memegang masing-masing handuk, sehingga tangannya terentang lebar.

“Gue siap diikat nih, Bang!” goda Harry.

Napas Kristian memburu. Cobaan ini berat sekali. “Please, Harry. Jangan.”

“Kesempatan enggak datang dua kali.” Harry mengeraskan bisep-trisepnya. Menampilkan dua lengan kokoh yang menggoda hati. Apalagi dalam kondisi terentang begitu ….

Aaahhh …, desah Kristian tanpa suara.

Harry satu-satunya orang yang tahu fantasi Kristian yang ini. Kristian bergairah sekali berhubungan seks dengan laki-laki yang kedua tangannya terikat. Ini terlalu berat untuk ditinggalkan.

Kristian bisa meledak kalau dia tidak menjamah Harry dan mengikatnya seperti itu.

Argh!



To be continued ....


<<< Part 05  |  The Flying Paradise  |  Part 07 >>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nude 33

  ssendrawkwA emitefiL .33     Pada suatu pagi lima tahun lalu, Miza bangun lebih pagi dari biasanya meski semalaman tak bisa tidur. D...