Kamis, 25 Maret 2021

Nude 23


hcuoT ylnevaeH .32

 

Sudah beberapa hari sejak kakinya sembuh dan bisa digerakkan secara normal. Jerome sudah aktif lagi di OSIS untuk persiapan pemilihan Ketua OSIS baru dari angkatan XI termasuk penerimaan anggota OSIS baru dari kelas X. Lututnya juga sudah bisa digunakan untuk menopang tubuhnya, sehingga kemarin sore Jerome berhasil menggenjot kekasihnya Sheena di kamarnya tanpa masalah apa pun.

Sudah beberapa hari pula Jerome tak bertemu Tommy di kediamannya. Sedikit banyak, dia kehilangan satu sosok dari sekolahnya yang siap mendengarkan keluh kesahnya yang manja, seraya kakinya dibuat nyaman oleh pijatan-pijatan. Jerome menyukai bocah itu. Dalam artian, bocah itu hanya menurut saja apa pun yang diperintahkan Jerome, tanpa protes sekali pun, tanpa mengeluh sedikit pun. Jerome maki-maki atau banting bantal di kamar pun, Tommy sudah seperti pembantunya yang lain di rumah. Poin plusnya, Tommy adalah satu-satunya manusia di sekolahnya di mana Jerome dapat menjadi diri sendiri.

Rabu sore itu Jerome mengikuti latihan basket bersama ekskulnya. Ada pertandingan lokal dengan SMA negeri di Jalan Rajamantri Kulon dan seperti biasa Jerome terpilih menjadi anggota inti. Sebenarnya, Jerome enggak berbakat-bakat amat bermain basket. Namun sang pelatih tahu, kehadiran Jerome menarik minat banyak anak perempuan. Kalau penonton ceweknya banyak, memberikan semangat bagi anggota basket yang lain. Jadi seringkali Jerome diikutsertakan demi pendukung meriah dan suntikan semangat, meskipun dari sepuluh kali percobaan three points shot, Jerome gagal melakukan sepuluh-sepuluhnya.

Begitu latihan selesai, Jerome merasa tubuhnya pegal-pegal. Ternyata keseleonya belum sembuh-sembuh amat, sehingga Jerome agak berhati-hati saat berlari. Karena terlalu berhati-hati, energi yang keluar lebih banyak dari seharusnya. Alhasil Jerome capek bukan main. Dia berencana molor hingga pagi begitu sampai di rumah nanti. Namun saat Jerome selesai mandi dan berjalan menyusuri koridor sambil mengirim pesan Whatsapp ke Pak Yanto untuk menjemput, dia melihat Tommy baru saja keluar dari perpustakaan bersama tiga orang teman sekelasnya.

“Jadi aku cuma ngerangkum aja yang udah kalian kumpulin?”

“Kita tadi juga udah ngerangkum poin-poinnya, kok. Kayaknya enggak akan susah buat kamu.”

“Iya, Cok. Organisasi sosial dalam kebudayaan kayaknya sama dengan sistem pemerintahan lokal,” ujar Tommy ke teman-temannya.

Jerome punya ide. Mungkin sebelum tidur, dia bisa dipijat dulu sampai keenakan, sehingga tidurnya lebih plong. Karena Jerome tahu Tommy diajari ayahnya segala jenis pijat, berarti bisa dong bocah itu memijat punggung dan kepala juga supaya lebih enakan?

Dengan langkah pasti, Jerome melompat menghampiri empat murid baru dari kelas IBB itu. “Heeey ... kalian belum pulang?” sapanya sangat ramah dan menyenangkan.

“Eh, Kak Jerome! Yes, we are not coming home yet,” balas bocah yang mendadak wajahnya berbinar riang seperti sedang melihat malaikat. Jerome tak paham mengapa bocah itu bertingkah seperti itu. Atau mengapa dia harus menggunakan bahasa Inggris. “We are studying group the anthropology, Kak Jerome.

“Oh, okay. Masih ada orang di perpus?” Jerome mengedikkan kepala ke ruangan penuh buku di belakang mereka.

No, we are last-last people,” jawab bocah itu lagi.

“Keren! Rajin banget kalian belajar sampe sore.” Jerome mengacungkan jempol dengan senyum lebar nan manis. Jenis-jenis senyum menggemaskan yang bikin meleleh. “By the way, Tommy ada acara sore ini?”

Tommy membelalak terkejut. “Aku?” Dia melihat dulu ke arah teman-temannya sebelum menjawab, “Enggak ada kayaknya, Kak. Barusan udah beres sih nyari materi tugasnya.”

“Wah, kebetulan!” Jerome memegang bahu Tommy. “Bisa ikut ke rumah saya lagi, enggak? Biasa, lah .... massage.”

Tommy mempertimbangkan sejenak kemudian mengangguk mantap. “Oke, Kak. Boleh.”

Sore itu, Tommy juga berada dalam Pajero Sport menuju kediaman Jerome di Buah Batu. Tommy tidak langsung memijat Jerome di dalam mobil. Bahkan, Tommy diabaikan oleh Jerome yang malah asyik memainkan ponsel sepanjang perjalanan. Beberapa kali Jerome mengeluh kecapean gara-gara banyak rapat OSIS ditambah latihan basket barusan.

Sehingga Tommy menanyakan, “Kakak mau pijat full body?”

“Iyalah,” jawab Jerome ketus di dalam mobil. “Udah jangan ganggu gue. Gue lagi balesin komen di Instagram.”

Sesampainya di kamar, Jerome langsung pergi ke kamar mandi dan buang air kecil. Ketika dia menghambur masuk ke ruangannya, bocah itu sudah otomatis menyalakan diffuser Young Living dengan wangi lemongrass yang menenangkan. Beberapa mangkuk berisi minyak yang sudah ditetesi essential oil ditata rapi di meja dekat tempat tidur. Sebuah kain panjang yang biasanya disediakan Nyonya Yulia setiap Jerome akan dipijat, juga sudah dihamparkan di atas tempat tidur, memanjang dari kepala hingga ke kaki ranjang. Dua lipat handuk sudah tersedia di bagian lain tempat tidur.

Jerome tersenyum sebelah. Dia merasa punya terapis pijat pribadi. Mungkin inilah yang Jerome suka. Tommy tak banyak bicara. Segala keperluannya untuk pijat disiapkan dengan inisiatif dan mandiri.

Tommy sedang membasahi handuk dengan air hangat di dalam kamar mandi ketika Jerome melepaskan kaus dan celananya. “Pake apa nih gue?” tanya Jerome dari luar.

“Senyamannya Kakak aja,” balas Tommy.

Karena Jerome pikir pijat full body berarti seluruh bagian tubuh akan dipijat, Jerome menelanjangi dirinya hingga bulat. Dengan santai Jerome melompat ke atas tempat tidur, telungkup sambil memainkan ponsel. Pantatnya yang menggembung teracung ke mana-mana.

Tommy masuk perlahan-lahan ke dalam kamar, agak kaget melihat Jerome telanjang bulat. Jerome menoleh dan keheranan. “Kenapa lo?”

Tommy menggeleng. “Enggak apa-apa, Kak,” balasnya, sambil menunduk tak berani melihat Jerome.

Elo risih gue bugil?”

Tommy menggeleng lagi.

“Ya udah nyantai aja! Sama-sama cowok ini.” Jerome berdecak heran.

Jerome kembali ke ponselnya. Dia merasakan pantatnya tiba-tiba ditutupi oleh sebuah kain tipis yang juga disediakan ibunya sejak awal Tommy datang untuk memijat. Kaki Jerome mulai terasa nyaman oleh handuk hangat yang ditekan Tommy dengan lembut. Jerome sampai mendesah, “Aaahhh ...,” karena perlakuan itu benar-benar profesional.

Jerome menyukai sesi massage. Setiap liburan ke pantai atau ke tempat-tempat tropis yang panas, keluarganya selalu memesankan paket spa seharian untuk merilekskan tubuh. Seringnya di pinggir pantai. Di sebuah vila mahal, dengan pemandangan tebing-tebing curam pinggir samudra, dan lautan luas berwarna biru. Pohon-pohon kelapa menari-nari selama sesi pemijatan. Debur-debur ombak menjadi suara latar sesi terapi yang menenangkan.

Apa yang dilakukan Tommy persis seperti apa yang dilakukan semua terapis profesional yang pernah menangani Jerome. Menghamparkan kain, menutup pantat dengan kain (biasanya Jerome masih mengenakan celana dalam karena yang memijatnya perempuan), menekan-nekan dengan handuk hangat, hingga memulai dari bagian kaki terlebih dahulu. Massage full body adalah salah satu paket yang sering diambil Jerome sekeluarga, perawatan dari ujung kaki hingga ujung kepala. Ketika naik tangga tadi, Jerome sudah mewanti-wanti Tommy, “Semua, ya. Dari atas sampe bawah dipijat. Elo harus bikin seluruh badan gue rileks!” Tommy hanya mengangguk sambil menunduk.

Melepas celana dalam dan bertelanjang bulat adalah salah satu usahanya mewujudkan massage full body. Biasanya, para terapis memijat hingga ke daerah dekat pantat. Dan minyaknya itu sering mengotori celana dalam Jerome. Maka dari itu, kalau malam ini dilepas semua, tidak akan ada minyak yang tumpah ke celana dalamnya. Apalagi Tommy sudah dengan inisiatif menghamparkan kain pelapis di atas tempat tidur. Sekalian saja seluruh badan diminyaki, betul?

Tommy menghabiskan waktu cukup banyak di bagian kaki, memijat beberapa titik berulang-ulang. Entah mengapa, Jerome merasa nyaman dengan pijatan itu. Tidak terlalu keras, tidak terlalu lembut. Tiba-tiba saja Jerome merasa rileks, padahal sesi pijat baru dimulai sekitar dua puluh menit.

Naik ke betis, Jerome mulai merasa sangat nyaman di atas tempat tidur. Jari-jemari Tommy seolah-olah tahu di bagian mana Jerome merasa pegal dan lelah gara-gara latihan basket tadi. Usapan tangan itu bergerak naik turun dengan minyak yang menghangatkan kulit. Apalagi Tommy tahu persis soal keseleo yang dialami Jerome, sehingga khusus pada kaki bekas keseleo, ada tekanan khusus yang pas sesuai dengan yang Jerome inginkan.

Jerome semakin menyukai bocah ini. Mungkin Jerome akan mempertimbangkan mengangkatnya menjadi asisten pijat pribadi, lalu membayarnya dengan harga pantas. Kapan hari Jerome bertanya kepada Pak Yanto, sopirnya tentang di mana rumah Tommy. Katanya rumahnya jauh ke utara Kota Bandung, mobil pun tidak dapat mencapai depan rumahnya karena harus masuk gang kecil. Jerome simpulkan Tommy orang miskin. Mungkin tawaran memijatnya secara berkala bisa menarik bagi Tommy.

Sekitar dua puluh menit bermain dengan betis, Tommy pindah ke paha. Jerome masih ingin Tommy menekan-nekan betisnya, sebenarnya, tetapi permainannya di paha pun tak kalah mantap. Jerome tak malu lagi untuk mengekspresikan rasa enaknya atas pijatan Tommy. “Anjing, enak!” desahnya sambil menghirup napas dalam, lalu mengembuskannya saat usapan dari Tommy mengenai titik yang dituju.

Jerome lupa bahwa dia sedang sibuk menggulir Instagram. Jerome kini meletakkan ponselnya di samping, memeluk bantalnya sendiri, lalu menikmati pijatan itu. Aroma essential oil malah makin membuatnya ingin terlelap sambil memeluk seseorang.

Masuk satu jam pertama, Tommy pindah dari paha Jerome ke bagian punggung. Ini bagian yang terbaik dari sesi pijat tersebut. Mungkin Jerome agak-agak masuk angin, karena semua titik-titik pegal bisa disentuh oleh Tommy dan dilancarkan dengan mudah. Tak pernah Jerome merasakan pijatan senyaman ini. Usapan tangan dari bawah punggung hingga ke atas bahu sesekali membuat tubuhnya menggelinjang keenakan.

Tommy menghabiskan sekitar tiga puluh menit di punggung Jerome, dan itu pun Jerome masih belum puas. Namun Jerome menyerahkan sesi pijatan sepenuhnya kepada Tommy yang kini mulai memijat lengan dan tangan Jerome. Sesekali Tommy bolak-balik kamar mandi untuk membasahi handuk dengan air hangat. Dan setiap Tommy membalut permukaan kulit Jerome dengan handuk hangat itu, sensasi nyaman langsung menyebar hingga ke perutnya.

Tommy tidak banyak bicara selama memijat. Itu poin plus bagi Jerome, karena Jerome benci terapis yang terlalu banyak bertanya.

Kini, sebagian besar bagian tubuh Jerome sudah dipijat dengan nyaman, khususnya dari bagian belakang. Kaki, betis, paha, punggung, lengan, dan kedua tangannya. Jerome menunggu kapan Tommy akan memintanya untuk membalikkan badan. Namun saat Tommy kembali dari kamar mandi membawa sehelai handuk hangat, bocah itu menyingkirkan kain yang tadi menutupi pantat Jerome. Tiba-tiba handuk itu ditebarkan di atas permukaan pantatnya, memberikan sensasi hangat yang menenangkan. Essential oil yang sama juga ditumpahkan di atasnya, kemudian Jerome merasakan tangan-tangan Tommy mengusap dan menekan pantat Jerome dengan gerakan memutar.

Jerome membelalak mendapati pantatnya diperlakukan seperti itu. Bukan Jerome marah, melainkan pijatan itu ...

... terasa enak.

Jerome sudah membuka mulut untuk bertanya, “Elo ngapain?” tetapi dia mengatupkan lagi bibirnya. Tak pernah ada terapis yang melakukan hal tersebut kepada Jerome.

Rupanya Tommy mulai memijat lipatan paha Jerome dengan tekanan yang pas. Jemari itu menyusuri bagian-bagian yang sensitif di bawah pantat, membuat Jerome merasa geli, tetapi gelinya geli-geli nikmat. Jerome sampai memelotot karena tak percaya ada bagian tubuhnya yang terasa begitu enak disentuh dan itu bukan di penisnya. Jerome membiarkan Tommy memijat lembut garisan pantatnya, jempolnya menyentuh lubang duburnya, dan itu pun terasa mendebarkan bagi Jerome.

Rasanya ... sungguh enak.

Geli-geli, tetapi nikmat. Seolah-olah Jerome sedang berhubungan seks.

Apalagi ketika jempol Tommy menyusuri belahan pantat itu ke bawah, menggelitik lagi lubang pantatnya, bergerak memutar di lipatan paha, kemudian telunjuknya menyentuh lembut permukaan kulit buah zakar Jerome. Ini keterlaluan, batin Jerome. Sekarang gue horny! Anjing!

Jerome menyadari kelaminnya sudah mengeras di bawah sana. Masih tertindih oleh perutnya dan Tommy mungkin tak melihatnya. Namun Jerome merasa malu. Jadi dengan panik, meski Jerome sedang menikmati pijatan di wilayah itu, dia berkata, “Elo boleh pulang. Sana!”

“Apa?” Tommy kebingungan. Bocah itu merasa dia belum menyelesaikan pekerjaannya.

“Pulang! Udah sore, nih. Elo emang enggak dicariin bokap nyokap lo?”

“Ta-tapi aku belum beresin—“

“Tinggalin aja! Sana pulang. Hus, hus!”

Dengan bingung, Tommy pun pergi meninggalkan semua setting-an bekas pijat. Jerome dapat mendengar Pajero Sport-nya meninggalkan rumah. Jerome pun mendesah lega dan memutuskan untuk berbalik terlentang. Napasnya memburu, seraya dirinya melihat kelamin yang mengacung itu. “Anjing, kok gue bisa ngaceng, ya?! Sialan tuh bocah!”


To be continued ....


<<< Part 22  |  Nude  |  Part 24 >>>

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nude 33

  ssendrawkwA emitefiL .33     Pada suatu pagi lima tahun lalu, Miza bangun lebih pagi dari biasanya meski semalaman tak bisa tidur. D...