Kamis, 25 Maret 2021

Nude 19


sliO laitnessE .91

 

Jerome adalah anak bungsu dari sepasang suami-istri kaya asal Garut. Ayahnya merintis usaha berbahan baku kulit domba dan pada tahun 1985 meraih kesuksesannya dengan membuka toko di berbagai kota. Pada Piala Dunia 1998, perusahaan ayahnya memasok kulit bola yang digunakan dalam ajang sepakbola terbesar di dunia itu. Hasil produksinya diekspor ke banyak negara, mendatangkan banyak devisa untuk Indonesia, sehingga pemerintah mulai mengajak ayah Jerome dalam politik. Sang ayah kini menjabat sebuah posisi penting di pemerintahan Jawa Barat.

Maka dari itu, pada tahun 2003 ketika Jerome lahir, dia sudah berada di rumah keluarga kaya. Apa pun yang Jerome inginkan akan selalu terkabulkan. Uang tak pernah menjadi masalah dalam hidup Jerome. Merengek sedikit saja kepada ibunya, ATM BRI Juniornya pasti langsung terisi beberapa juta rupiah.

Apalagi sekarang Jerome satu-satunya anak yang masih tinggal di rumah. Jerome merupakan lima bersaudara, tetapi keempat kakaknya sudah menikah dan hengkang dari rumah. Keempat kakaknya itu meneruskan bisnis ayah mereka di masing-masing kota di mana cabang perusahaannya dibuka. Karena menjadi satu-satunya “tuan muda” di rumah, semua orang melayani Jerome, dan harus melayani apa pun keinginan Jerome. Sang ibu, Nyonya Yulia tampak mendukung konsep tersebut.

“Heh, Surti! Anak saya pengin bubur sumsum! Cepet cari! Kalau nggak, kamu saya pecat!”

“Ta-tapi Nyonya ... ini, kan jam satu pagi.”

“Saya enggak peduli! Cepat cari!”

Surti akhirnya dipecat karena gagal mencari bubur sumsum untuk Jerome yang mendadak ingin makanan tersebut tengah malam. Lagi pula Jerome enggak suka Surti. Menurut Jerome, Surti itu sering melawan perintah Jerome.

Namun, meski Jerome selalu mendapatkan apa yang dia inginkan, dia menyadari bahwa di sekolah dia tak bisa mendapatkan hal yang sama seperti di rumah. Pada masa SMP, Jerome bersikap sangat menyebalkan seperti di rumah, sehingga dia tak punya teman satu pun di sekolah. Masuk masa SMA, Jerome mengubah kepribadiannya menjadi sangat menyenangkan saat di sekolah, sehingga banyak orang yang menyukainya, bahkan saat Jerome iseng mendaftarkan diri menjadi ketua OSIS kelas XI lalu, dia memenangkan voting pemilihan seluruh sekolah.

Tak pernah ada yang tahu sifat asli Jerome di rumah. Misal dia membawa teman atau pacar ke rumah, Jerome bakal tetap menjadi pribadi menyenangkan seperti di sekolah. Sifat aslinya keluar kalau di sekitarnya tak ada teman-teman sekolahnya. Jerome menyadari betul anomali ini. Dia sudah terbiasa melakukannya, bahkan sudah merasa nyaman mempraktikkannya.

Hingga akhirnya Sabtu sore yang menyebalkan itu Jerome terjatuh di tangga bus, dan seorang anak baru di sekolahnya terpaksa mengetahui wajah asli Jerome di rumah.

“Adek sekolah enggak hari ini?” Nyonya Yulia masuk ke kamar Jerome tanpa mengetuk pintu. Dia menemukan anaknya masih terbaring di atas tempat tidur, asyik memainkan ponsel.

Enggak lah, Mom!” balas Jerome ketus. “Kan, kaki Adek masih tatit.”

“Iya, iya, Mommy tahu.” Nyonya Yulia duduk di samping anaknya sambil membelai kepala anaknya itu. “Tapi kamu sarapan, ya. Jangan lupa makan.”

“Iyaaa ...! Udah ih, sana. Mommy ganggu aja. Adek lagi ML.”

“ML?!” Nyonya Yulia membelalak terkejut. “ML ama siapa?!”

“Ck!” Jerome berdecak sambil beberapa saat melanjutkan permainannya di ponsel. “Bukan ML ama siapa, Mommy. ML tuh Mobile Legend. Nih!” Jerome menunjukkan sekilas permainan di ponselnya.

Nyonya Yulia mengurut dada lega. “Kirain Mommy kamu berbuat macam-macam, Dek. Jangan, ya. Jangan aneh-aneh.” Dia mengusap lagi kepala anaknya penuh sayang. “Daddy kamu itu mau calonin diri jadi Bupati Bolaang Mongondow di Sulawesi Utara tahun 2022 entar. Jangan sampai kamu ada skandal apa-apa, lalu image Daddy rusak. Kasihan entar parpol yang udah sponsorin Daddy bisa rugi uang sia-sia.”

“Iya ... iyaaa ...!”

Jerome tak pernah paham politik, dan tak pernah peduli semua peringatan ibunya. Diam-diam Jerome melakukan seks bebas maupun mabuk-mabukan di klub malam. Lagi pula Jerome tak suka ide ayahnya mengajukan diri jadi kepala daerah di Kabupaten Bolaang Mongondow. Orang Sulawesi juga bukan, mengapa jadi pemimpin di sana? pikir Jerome.

“Ya sudah, Mommy hari ini mau keluar, ya.” Nyonya Yulia bangkit berdiri sambil merapikan rok mahalnya.

“Ke mana?”

“Yah, biasa. Arisan sama ibu-ibu pejabat udah gitu shopping bareng di Jakarta. Mommy sama temen-temen naik pesawat jam sepuluh entar ke Halim. Pulangnya naik pesawat yang Maghrib. Kamu jangan nakal ya di rumah.”

“Iyaaa ...!”

Ini hari kedua Jerome bolos sekolah pada semester baru. Dia percaya tak akan ada pelajaran apa pun yang krusial dipelajari setiap awal semester. Paling juga perkenalan dan bincang-bincang nggak penting, pikir Jerome. Jadi selama terbaring sakit di atas tempat tidur, Jerome bisa main game maupun leha-leha sampai puas. Anggap saja ini bayaran lunas setelah minggu-minggu melelahkan menyiapkan kegiatan MOS untuk siswa baru kemarin. Persiapan outbond di lokasi berbeda sungguh-sungguh menghabiskan energi. Jerome seringkali pulang larut malam dan terpaksa berangkat pagi-pagi sekali demi kelancaran acara.

Selama dua hari terakhir pula, Jerome memanggil siswa baru itu untuk mengurut kakinya yang keseleo. Sebenarnya kaki Jerome sudah lebih baik. Jerome sudah bisa bolak balik ke kamar mandi, meskipun belum bisa menuruni tangga. Namun karena Jerome masih kesulitan bergerak ke sana kemari, Tommy selalu dijemput oleh Pajero Sport-nya untuk datang dan memijat lagi.

Lagi pula, pijatannya memang enak, batin Jerome. Juga tuh bocah nurut-nurut aja disuruh apa pun.

Jerome sempat khawatir Tommy akan bilang-bilang ke semua orang bahwa Jerome anak manja nan galak di rumah sendiri. Namun melihat track record Tommy yang benar-benar enggak berkesan (nobody remembers him, Dude), Jerome rasa dia tak perlu terlalu cemas.

Sore ini, sepulang sekolah, Pajero Sport itu sudah menunggu di depan SMA untuk menjemput Tommy. Murid baru dari kelas IBB itu tiba di kediaman Jerome pukul tiga sore. Anaknya benar-benar lugu. Kepalanya menunduk segan ketika masuk ke kamar tidur Jerome dan duduk dalam hening di sofa yang ada dekat jendela.

“Kenapa lu?” tanya Jerome bingung.

Enggak apa-apa, Kak.”

Elo, kan udah ke sini tiga kali. Kagak usah malu-malu lagi. Sana minta Mbok Merry bikinin kita jus buah. Suruh dia bawa ke sini, terus elo langsung mijat gue lagi.”

“Iya, Kak.”

Tommy menghilang ke dapur dan kembali membawa mangkuk berisi minyak urut. Minyak itu berupa essential oil dari Young Living, yang harganya jutaan rupiah, yang diusulkan oleh Nyonya Yulia karena beliau tidak suka Tommy menggunakan minyak murahan untuk memijat anaknya. Tommy tak banyak basa-basi. Dia langsung membuka selimut tebal dengan 400 jalinan benang milik Jerome dan melepas ankle strap sebelum membalur kaki Jerome dengan minyak.

Jerome membiarkan Tommy melakukan tugasnya sementara dia menggulir Instagram melihat kabar terbaru di sekolah. Jerome sudah mengetahui beberapa fakta tentang Tommy. Jerome tahu rumahnya Tommy, profesi ayahnya, ke sekolah naik apa, atau siapa aja di kelas IBB yang kemarin daftar juga jadi anggota OSIS. Semua pertanyaan Jerome hanya basa-basi belaka, tetapi Jerome jadinya tahu.

Ketika Tommy mulai membalur kaki dengan minyak, Jerome mendapatkan kiriman Whatsapp dari kekasihnya, Sheena.

Beb, aku main ke rumah ya.

Oke. Mom lagi ga ada juga.

Asyik. Kita bisa ena2 dong?

Bisalah beb.

Kabari aja kalo udh datang.

Skrg lg dimana?

Aku ke TSM dulu beb

Blanja baju baru

Ntar aku kbari ya

Jerome tidak membalas lagi pesan itu karena mendadak tubuhnya merasa nyaman. Pijatan dari Tommy benar-benar membuat Jerome relaks, sehingga Jerome meletakkan ponselnya ke atas meja tidur, lalu mulai memejamkan mata. Jerome juga menikmati aroma menenangkan yang keluar dari baluran minyak, pun dari alat pewangi ruangan yang sudah ditetesi essential oil oleh Tommy sebelumnya.

Jerome tertidur.

Mungkin selama satu jam penuh, apalagi kedua kaki Jerome terus-menerus dipijat dengan lembut dan menenangkan oleh Tommy. Ketua OSIS itu terbangun oleh deringan ponselnya sendiri. Ada telepon dari Sheena.

Beb, aku udah di bawah, ya. Langsung masuk aja?

Jerome yang baru saja bangun, dengan tergesa langsung bilang, “I-iya! Masuk aja, Beb!” Kemudian, Jerome panik sendiri. Apalagi di depannya masih ada Tommy yang asyik memijat kaki Jerome. “Heh, pergi lo! Cepetan!”

“Hah?” Tommy kebingungan.

“Cewek gue mau datang. Sana, pergi!” Jerome bahkan menendang Tommy dengan kakinya yang tidak sakit, membuat murid baru itu belingsatan membereskan peralatannya, lalu terjatuh-jatuh menuju pintu.

Sebelum Sheena muncul, Tommy sudah lenyap dari kamar Jerome. Sok seksi, Jerome membuka kaus yang membalut tubuhnya, menampilkan tubuh telanjang yang menggoda. Dia memang berencana bercinta dengan Sheena sore ini. Dia harus siap sedia.

“Beeeb!” sapa Sheena sambil membuka pintu dan menghabur masuk. “Mommy pada ke mana?”

“Mommy ke Jakarta. Sini!” Jerome menepuk bagian kosong di sampingnya.

Sheena melemparkan beberapa kantung belanjaan ke atas sofa. Dengan genit dia melompat ke atas tempat tidur lalu duduk di atas perut Jerome.

“Hati-hati, Sayang. Kaki aku lagi sakit,” bisik Jerome.

Sheena mencondongkan tubuhnya dan segera mencumbu kekasihnya itu. Jerome membalas cumbuan itu dengan langsung melahap bibir Sheena, melesakkan lidahnya ke dalam mulut Sheena. Tangannya bergerilya menggerayangi punggung Sheena. Membuat cewek berambut ikal sepunggung itu mendesah, “Aaahhh ...!”

“Aku kangen kamu, Beb,” bisik Jerome, melumat lagi bibir Sheena, kemudian lidahnya mulai menelusuri leher Sheena.

Sheena menengadah keenakan. Dibukanya seragam SMA, dan dibiarkannya Jerome menenggelamkan wajah di dadanya. Payudara itu begitu empuk dan lembut. Agak besar dengan puting yang juga besar. Jerome langsung melucuti kancing-kancing seragam Sheena, menarik turun branya, membuat kedua payudara Sheena mencuat keluar, bergetar seperti jelly.  

“Aku kangen ini, Beb,” desah Jerome, memainkan dua payudara itu di wajahnya.

“Aaahhh ....” Sheena hanya mendesah sambil menengadah menatap langit-langit, memejamkan matanya dengan nikmat. Dia lalu menunduk ke bawah, tepatnya ke selangkangan Jerome, dan berusaha melepaskan celana pendek itu dari tungkai kekasihnya. Ketika celana pendek Jerome melorot, sebatang kelamin ereksi teracung tegang di atas perut Jerome.

“Iiihhh ... kok belum dicukur jembutnya?” desah Sheena. “Aku kan nggak suka.”

“Ya maaf, Beb,” balas Jerome sambil tetap menjilati payudara Sheena. “Gara-gara MOS aku belum sempet ngapa-ngapain. Entar aku cukur!”

“Aku tetep sayang kamu kok, Beb. Aaaaaahhh ...!” Sheena mengerang keras sekali, keenakan oleh permainan lidah Jerome.

Di dalam kamar itu ada tiga buah pintu. Satu pintu menuju koridor, satu pintu menuju kamar mandi, satu pintu menuju lemari pakaian Jerome yang besar. Lokasi ketiga pintu itu berjejeran satu sama lain, bahkan pintu keluar dan pintu lemari terletak berdekatan. Yang Jerome tak sadari adalah tukang pijatnya tadi terlalu panik saat diminta pergi dari ruangannya. Tommy gelagapan dan ketakutan sambil memeluk semua mangkuk berisi essential oil. Gara-gara panik, Tommy mengalami disorientasi arah. Bukannya membuka pintu keluar, Tommy malah membuka pintu lemari dan masuk ke dalamnya. Tommy baru sadar dia salah ruangan saat melihat tumpukan baju yang digantung dan dilipat dalam rak. Ketika Tommy berencana keluar lagi, Sheena keburu datang. Jadi, ya ... Tommy menonton itu semua.


To be continued ....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Nude 33

  ssendrawkwA emitefiL .33     Pada suatu pagi lima tahun lalu, Miza bangun lebih pagi dari biasanya meski semalaman tak bisa tidur. D...