rewolloF K43 .40
MOS SMA tidak seperti
yang Tommy bayangkan selama ini. Dia sudah mengumpulkan banyak riset melalui
novel-novel remaja di Wattpad, nyaris tak ada adegan dalam cerita dia alami
hingga pukul 12 siang.
Pertama, Tommy tidak
datang terlambat sambil lari tergopoh-gopoh sehingga karakter alfa di sekolah
yang ganteng dan cool
memperhatikannya, di mana biasanya hal itu membuka jalan untuk kemudian jatuh
cinta. Tommy enggak tabrakan dengan senior, pun kena hukuman bertubi-tubi dari
kakak kelas yang diam-diam naksir Tommy. Namun
tak apa, pikir Tommy dalam hati. Tidak
semua kisah cinta berawal dari terlambat datang ke MOS.
Anehnya, satu cewek
bernama Keysha mengalaminya. Cewek itu terlambat sekitar setengah jam.
Rada-rada keterlaluan menginterupsi sesi pembacaan peraturan MOS, membuat semua
orang terdistraksi.
“Maaf, maaf, maaf!”
sahutnya sambil membungkuk berkali-kali. Rambutnya kusut, tangannya sibuk
merapikan tepian seragam SMP-nya ke dalam rok. “Grab-ku masuk ke got di jalan.
Jadi aku balik lagi untuk ganti sepatu yang kotor.”
Keysha terpaksa duduk
bersama Evelyn, cewek keriting jutek yang duduk di depan Tommy. Pada istirahat
pertama pukul sepuluh, Evelyn bertanya, “Kok, kamu bisa masuk tadi? Gerbangnya
enggak ditutup?”
“Ditutup, lah,” katanya,
lalu mengibaskan seluruh rambutnya ke kiri. “Tapi, kan aku tabrakan sama Ketua
OSIS ganteng, sampe kami berdua jatuh, terus aku dimarahin, terus aku dihukum
lari keliling lapangan—sebenernya aku enggak telat-telat banget, sih tadi. Aku balik
lagi ke sekolah tepat waktu dan nyampe sekitar lima menit setelah gerbang
ditutup. Setengah jam tuh aku keliling lapangan dihukum sama Kak Jerome. Ya
ampuuun ... Kak Jerome ganteng banget.”
Tommy—yang tanpa sengaja
menguping karena suara Keysha ini keras sekali—tak habis pikir mengapa Keysha
tampak senang dihukum lari keliling lapangan. Namun Tommy lebih kecewa karena
Keyshalah yang mengalami semua adegan fantasi MOS itu, bukan Tommy.
Keysha juga tampak
seperti cewek perfect sok-sok innocent kayak yang ada dalam novel.
Cantik dan manis, dengan rambut agak kusut sedikit, lalu bertingkah seperti
orang tolol, padahal mungkin dia jenius dan lain sebagainya.
Kedua, Tommy belum
dihadapkan berdua dengan sang ketua OSIS ganteng di satu ruangan, di mana si
ketua OSIS yang dingin dan cool akan
mengintimidasi Tommy, lalu Tommy kesal bukan main apalagi ketika si ketua OSIS
terus-menerus menjadikan Tommy bulan-bulanan, tapi lama-lama Tommy naksir dan
enggak bisa kehilangannya.
Ketua OSIS yang bernama
Kak Jerome itu superbaik, jauh dari kata cool
dan dingin.
Sekitar pukul 9 pagi
semua anggota inti OSIS keliling kelas dan memperkenalkan diri. Jerome berwajah
manis, tipe-tipe yang bikin kamu pengin cubit pipinya semalaman. Senyumnya juga
lebar dan imut. Pemilihan kata-katanya terdengar cerdas, sehingga orang baru
seperti Tommy pun bisa tahu alasan terpilihnya Jerome sebagai ketua OSIS. Semua
cewek akan menganggap Jerome laki-laki sempurna untuk dikenalkan ke orangtua
sebagai calon suami.
Sayangnya, Jerome enggak
galak. Agak minus di bagian situ, sih—setidaknya bagi Tommy. Setiap ada murid
baru yang mengacungkan tangan, Jerome akan mengangkat kedua alisnya dengan
akrab, diiringi senyum manis dan
berkata, “Ya, silakan, ada yang mau disampaikan?” Jadi kalau ada cewek-cewek
ganjen sok-sok ceroboh di depan Jerome, yang ada Jerome menolong cewek itu,
bukannya bersikap tsundere atau apa.
Poin plusnya adalah
Jerome memang ganteng. Misal harus disematkan gelar the most wanted di sekolah pun, masih masuk akal. Tommy berencana
untuk naksir Jerome selama satu tahun ke depan, sampai cowok imut itu lulus
dari sekolah karena Jerome sekarang sudah kelas 12.
Ketiga, ketemu dengan
sahabat baik di MOS yang akan menemani Tommy selama tiga tahun ke depan.
Arthur bukan calon
sahabat baik. Dia itu lebih tepat jadi calon suami. Orangnya pendiam, tetapi
enggak dingin juga. Kalau kita mengajaknya mengobrol, dia akan menoleh dan
melemparkan senyum manis sebelum akhirnya berbicara. Tommy mengakui sepanjang
setengah hari mengikuti MOS, konsentrasinya selalu buyar oleh fakta bahwa cowok
terganteng di kelas ini duduk di sebelahnya. Sesekali Tommy mendengar
bisik-bisik mengganggu di sekitarnya. Ketika Tommy menoleh, beberapa cewek
sedang mencuri pandang ke arah Arthur sambil cekikikan genit.
Arthur punyaku!
jerit Tommy dalam hati.
Istirahat siang, semua
murid punya kesempatan untuk mengunjungi kantin dan menikmati makan siang
masing-masing. Keysha yang sudah menyadari cowok yang duduk di belakangnya juga
ganteng, dengan genit berbalik sambil bilang, “Aku enggak tahu di mana
kantinnya ....”
“Emang belum ada yang
tahu,” balas Evelyn ketus. “Kita dari tadi cuma di kelas sama kumpul di
lapangan aja jam sepuluh.”
“Let’s find it together, then,” kata Arthur so sweet.
“Kita berdua, ya?” tanya
Keysha dengan mata berbinar.
“Heh, gue juga belum tahu
di mana kantinnya,” balas Evelyn.
“Iya, kita cari bertiga.”
Keysha memutar bola mata.
Tommy tak mau kalah. “Aku
juga enggak tahu di mana kantinnya!”
Arthur tergelak kecil.
“Sama, aku juga enggak tahu. Kita cari sama-sama aja, ya.” Arthur pun bangkit
sambil menyelipkan sejumlah uang ke dalam saku celananya. Dia mengeluarkan
botol minum yang dibawa dari rumah. Keysha tampak kecewa karena Tommy dan Evelyn harus ikut rombongannya.
Rupanya, tanpa perlu
mencari bersama-sama pun, semua orang bakalan tahu di mana kantinnya karena
ratusan murid baru yang
lain pun berjalan menuju tujuan yang sama. Sepanjang perjalanan, Tommy melihat beberapa
murid baru sudah saling mengenal satu sama lain.
“Eeehhh ... ketemu lagi
sama kamu!”
“Babi, lah! Udah tiga
tahun SMP ama elu, eh SMA juga ama elu lagi!”
“Untuk pertama kalinya
kita pisah kelas ya Cin ....”
Tentunya kecuali Tommy.
Cowok yang keluar dari ketentuan zonasi ini sudah mengecek apakah ada teman
SMP-nya mendaftar ke SMA yang sama atau tidak. Sejauh ini tidak ada. Tommy tak
dapat membayangkan seseorang dari SMP lamanya menyapa dengan, “Iiihhh ... si bencong
sekolah di sini juga, ya?”
Kehadiran Arthur rupanya
menarik perhatian banyak orang. Selain karena seragam SMP-nya berbeda, wajah
yang dipahat sempurna oleh Tuhan pun tampak menonjol dibandingkan semua murid
baru yang lain. Seolah-olah Arthur perawatan kecantikan dulu di Korea sebelum
berangkat ke sekolah. Sedikit banyak Tommy merasa bangga bisa berjalan bersama the most wanted guy in school. Akhirnya aku bisa mengucapkan kata itu,
batin Tommy gembira. The most wanted guy.
Namun, semakin lama
menghabiskan waktu bersama Arthur, semakin Tommy tak tahu apa-apa tentang cowok
ini. Dalam perjalanan menuju kantin, setidaknya ada tiga kelompok murid baru
yang meminta foto bareng.
“Kak Arthur, boleh minta
foto?”
“Boleh minta foto enggak
Kak buat temenku yang di Surabaya?”
“Kak, boleh boomerang bareng enggak?”
Seganjen itukah para
murid baru ini sampai-sampai ketemu cowok ganteng pun harus boomerang? Tommy hanya bisa menyingkir
bersama Keysha dan Evelyn setiap perjalanan mereka dijeda oleh fans mendadak. Salah satu cowok bahkan
menghampiri Arthur seolah-olah sudah bersahabat lama.
“Gila, Bro! Enggak
nyangka gue elo masuk sini. Masih di klub yang sama?”
“Karena pindah ke
Bandung, kayaknya harus cuti dulu,” jawab Arthur.
Ketika mereka melanjutkan
perjalanan, Keysha iseng bertanya. “Cowok tadi siapa? Kalian satu klub? Klub
apa?”
“Enggak tahu,” jawab
Arthur. “Enggak kenal.”
Keempatnya duduk di satu
meja kecil yang memang didesain untuk empat orang saja. Evelyn memesan pempek
dua porsi, Keysha memesan salad, Arthur memesan ikan bakar tanpa nasi (yang
anehnya disediakan di salah satu konter di kantin sekolah ini), dan Tommy
memesan mi ayam saja. Satu hal yang Tommy sadari, banyak sekali murid baru lain
yang diam-diam melirik ke meja mereka. Termasuk beberapa senior yang menjadi
panitia MOS.
Bahkan, ketika tadi Tommy
menunggu Arthur foto bareng dengan fans-nya, dua panitia MOS lewat di belakangnya. Pembicaraan mereka
dapat Tommy dengar.
“Kamu kabagéan jadi pembimbing kelasna si éta teu?”
“Enggak, euy. Aku mah kelas MIA.”
“Enya, hanjakal. Aku gé
kelas IIS. Coba wé
kabagéan kelas IBB.”
Popularitas Arthur sudah
tak diragukan lagi. Tommy hanya perlu tahu, mengapa semua orang bisa mengenal
Arthur sementara Tommy bahkan harus menamainya Matheus Song sebelum benar-benar
tahu namanya Arthur. Tommy berencana bertanya siapa Arthur sebenarnya, tetapi
Evelyn yang mulutnya tajam sudah nanya duluan.
“Gue kayak lagi jalan ama
Pangeran William,” celetuknya. “Elo sebenernya anak siapa?”
Arthur tergelak. “Anak
ibu bapak aku, lah. Bukan raja Inggris juga.”
“Tapi orang-orang
ngelihatin kita seolah-olah kita ini Nikita Mirzani,” sambung Keysha. Di mana
Tommy tidak memahami mengapa Keysha harus menggunakan contoh Nikita Mirzani.
“Instagram kamu follower-nya berapa,
deh?”
Arthur menerawang ke
langit-langit sebelum memasukkan satu potongan ikan bakarnya. “Lumayan,”
katanya.
“Elah, sejak kapan
‘lumayan’ jadi angka? Lumayan kagak bisa dimasukkan dalam matematika, Nyet.
Cuma X ama Y doang yang bisa,” balas Evelyn ketus.
Tommy ingin sekali
mencubit Evelyn. Tapi cewek rambut keriting itu ada benarnya juga. “Sebutin
akun IG kamu, deh,” usul Tommy.
Arthur menyebutkannya.
Baik Keysha maupun Tommy buru-buru mengecek.
“Oh em jiii ...!” sahut
Keysha dengan mata membelalak. “Tiga puluh empat ribu follower?!”
Tommy juga membelalak.
Ada sekitar 700 unggahan, 200 mengikuti, dan 34K pengikut. Dari pindai cepat
yang Tommy lakukan di linimasa akun Instagram Arthur, ternyata cowok ini atlet.
Bukan hanya satu cabang olahraga, malah. Dia sudah ikutan kompetisi nasional
tingkat junior untuk senam, renang, dan loncat indah. Arthur bahkan mewakili
DKI Jakarta di PON XIX Bandung, Jawa Barat, menyumbangkan medali perunggu untuk
daerahnya. Unggahan foto terakhirnya adalah Arthur bersama teman-teman di klub
loncat indahnya, dengan takarir, “Don’t
worry. Just because I will not join
PON Papua, it doesn’t mean I stop flying for my country.”
Jumlah like-nya sampai 8K.
Tommy terpana selama
beberapa detik, tak bernafsu menghabiskan mi ayamnya. Meski banyak sekali
fantasi Wattpad-nya gagal terjadi pada hari pertama MOS ini, setidaknya Tommy
bisa berbangga diri.
Dia satu meja bersama
selebgram Indonesia berprestasi!
To be continued ....
Tidak ada komentar:
Posting Komentar